Books Love: Review Filosofi Teras by Henry Manampiring

Tuesday, June 11, 2019


Nggak sengaja tau buku ini gara-gara nemu waktu ngopi di Kala Senja dan sempat numpang baca sekilas beberapa halaman. Tergiur baca hanya karena sinopsis di belakang buku: 
Apakah kamu sering: merasa khawatir akan banyak hal? Baperan? Susah move on? Mudah tersinggung dan marah-marah di media sosial atau dunia nyata?
Buset deh, belom mulai baca aja udah kesindir aja nih?! *kemudian dalam hati menjawab... YES YES INI GUEEE BANGET T_T*

Sejak jadi seorang ibu, keempat kriteria di atas itu sering (banget) aku rasakan, khususnya di awal-awal menjalani peran baru ini. Tanpa disadari, kebiasaan jelek ini kebawa sampai hari ini. Untungnya, aku hampir nggak pernah marah-marah di sosmed, paling suami yang kena kalo lagi kzl :P 

Stoisisme (jangan salah baca ya, aku sering banget kepleset nyebut sotoisime lol) atau filosofi teras adalah sebuah ajaran filsafat yang dipercaya bisa membantu manusiakhususnya para geng milenialdalam mengatasi segala emosi negatif dan mudah-mudahan nggak lagi jadi orang dengan mental tempe atau menjadi generasi baperan. Meskipun membahas filsafat, tapi nggak berat dan membosankan. Walau bagian pengantarnya, sih, agak-agak bikin keder, tapi ketika masuk babnya mengalir kok bacanya. Cukup menarik, ya? 

Karena buku ini cukup tebal 300an halaman, aku coba review seringkas mungkin supaya ada bayangan sedikit tentang Filosofi Teras ini.


Tentang "dikotomi kendali"
Saat membaca buku ini, kita bakal ketemu terus dengan istilah dikotomi kendali ini, apa tuh maksudnya? 

Sederhananya, dikotomi kendali berbicara tentang ada beberapa hal di hidup ini yang ada di bawah kendali kita dan yang tidak di bawah kendali kita.

Mungkin sebagian besar dari kita akan berkomentar, "Halah, itu, sih, gue udah tau", tapi nyatanya kita nggak benar-benar tau akan hal-hal ini. Buktinya, masih banyak tuh yang julid di sosmed. Btw, gara-gara Instagram sempat nggak aktif pasca 22 Mei yang lalu, aku jadi anak Twitter lagi and my oh my... ternyata mulut netizen di platform tersebut pedes-pedes ya bok, ckckck. 

Contoh hal-hal yang tidak di bawah kendali kita: siapa orangtua kita; jenis kelamin, suku atau kebangsaan; opini atau omongan orang lain tentang sesuatu atau bahkan diri kita sendiri; kesehatan, kekayaan dll. 

Contoh  hal-hal yang ada di bawah kendali kita: pikiran, keputusan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan opini kita pribadi; tujuan hidup kita (what we want to achieve, our goals etc).

Kalo kita berhasil membedakan kedua hal tersebut, bisa dipastikan kita nggak gampang baper, ngambek atau marah-marah nggak jelas karena mendengar pendapat orang lain yang bersebrangan dengan opini pribadi. Jadiii, seharusnya aku nggak perlu tuh bete dengar komentar "Kok anaknya kecil, sih? Nggak dikasih makan ya sama mamanya?" karena aku nggak bisa mengendalikan omongan mereka, NAMUN bagaimana aku meresponi pernyataan subjektif tersebut sepenuhnya di ada di dalam kendaliku sendiri; mengiyakan si orang tersebut kalo emang gue emak tiri yang tega nggak kasih makan anak kemudian meratapi badan anak yang katanya kecil atau bisa langsung ngejawab "Barusan abis makan seporsi mie goreng plus semangkok bakso tuh anaknya..." sambil memberikan senyum pepsoden semanis mungkin.

"Jika kita telah mengerahkan upaya yang sebaik-baiknya di hal-hal yang bisa kita kendalikan, maka itu sudah cukup." (hal. 65)

Filosofi Teras nggak mengajarkan hidup pasrah akan nasib
Hidup gue gini-gini aja, duit pas-pasan, yaudalah mau gimana lagi, katanya dinikmati aja kan.
Gue emang dari sononya udah begini yasudalah, katanya love yourself just the way you are. 

Banyak yang salah kaprah kalau filosofi teras mengajarkan untuk pasrah akan situasi, seperti pada contoh di atas. Hidup kita mungkin nggak seberuntung The Kardashians atau nggak seindah (@insertnamaakunyangseringbikinkamuiri), terus apakah itu membuat kita benar-benar pasrah dengan keadaan kita saat ini?

Udah jadi panggilan setiap manusia untuk bekerja dan berkarya, bukan pasrah apalagi menyerah menjalani hidup yang "gini-gini aja". Semakin kita malas, kita akan semakin kesusahan. Kembali lagi ke dikotomi kendali, keputusan untuk mengubah nasib ada di tangan kita sendiri, mau hidup lebih baik atau nggak.


Filosofi Teras dalam dunia parenting
Salah satu yang bikin aku mantap untuk membeli buku ini karena Bang Henry membahas dari sisi parenting, which is sebuah dunia yang saat ini sedang aku jalani dan yang selalu sukses bikin aku baperan dan suka khawatir berlebih. Parenthood has changed my whole life, in a good way dong pastinya. 

Gimana caranya menerapkan filosofi ini sebagai orangtua? Kembali ke poin awal tentang dikotomi kendali, ternyata kita bisa lho mengajarkan tentang ini pada anak-anak sejak mereka kecil. Ajarkan mereka kalau ada hal-hal di dunia ini yang tidak dan bisa kita kendalikan. Contohnya, mereka boleh memilih cemilan yang diinginkan, baju apa yang ingin dipakai hari ini, mainan apa yang ingin mereka bawa traveling dll. Kita juga bisa menjelaskan kondisi yang tidak bisa dikendalikan seperti kalo hujan berarti nggak bisa main di luar, kalo anak ngambek/tantrum, kita nggak boleh ikutan stres (ehem...), harus bisa tunjukkan ini di luar kendali dan kalo ingin bermain bisa di rumah aja.

Ada satu bagian yang menarik juga di bab terakhir buku ini, tentang dua jenis mentalitas berbeda yang dimiliki setiap manusia termasuk anak-anak; fixed mindset (mentalitas tetap) dan growth mindset (mentalitas bertumbuh). Nggak akan kujelasin detil di sini, yaa, biar baca sendiri aja supaya seru. Jujur aku baru tau tentang perbedaan mentalitas ini, membuka pikiran banget. 


Cons: buku ini terus-terusan membahas tentang power atau kekuatan yang ada dalam diri kita. Segala macam emosi, pikiran, perkataan, perbuatan semua-muanya itu ada di dalam kendali kita. Ya bener, sih, nggak salah. Cuma jadinya ya humanisme banget. Tapi nggak heran juga karena ini emang buku filsafat (modern) kan. Sebagai pemeluk agama Kristiani, aku harus berhati-hati dalam mengaplikasikan setiap metode yang dibahas dalam buku. Yes we mostly take control on our own decision. Hidup di zaman yang menggaung-gaungkan "you determine your own destiny" ini kembali mengingatkan kita umat beragama kalau masa depan sesungguhnya di tangan Tuhan. We do our best, God always do the rest.  

***
Normally, aku nggak begitu suka baca buku pengembangan diri seperti ini, tapi sesekali oke banget untuk menambah pengetahuan dan tentunya bekal bagi diri sendiri supaya lebih baik lagi. I hope you enjoy the book also. Tell me how do you think, ya. Happy reading! 

15 comments:

  1. Sejujurnya udah lama penasaran sama buku ini, akhirnya download di Gramedia Digital. Sampai sekarang belum sempat baca. Hehehe. Menarik banget ternyata bukunya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa cukup menarik untuk yang nggak begitu suka buku filsafat yang berat. Semoga bisa dibaca segera dan di-review juga ya di blog :D

      Delete
  2. Isi bukunya macem teori tentang takdir. Kita bisa milih apa aja, tapi balik lagi, semua hasil akhir itu terserah Tuhan. Karna ya nggak semua hal kan bisa kita kendalikan. Gimana-gimana, kita cuma bisa usaha semaksimal mungkin. Sisanya urusan Tuhan.

    Dan ternyata yang begini ini disebut filosofi stoisisme

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul. Jadi stoisisme ini hanya mengajarkan kita supaya hidup lebih positif, woles dan nggak gampang baperan. Kalo soal masa depan aku sih tetap percaya sama Yang di Atas (:

      Delete
  3. hai salam kenal :D
    aku dari subuh blog-walking dan nemu blog ini. senang sekali.
    iya, aku juga gak begitu suka baca buku pengembangan diri seperti itu hehe.. tp kyknya lumayan menarik. terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah terima kasih udah mampir ke sini (:

      Biasanya kalo genre pengembangan diri aku harus dapet review yang meyakinkan, kebetulan ini salah satunya. Coba aja baca siapa tau cocok ya

      Delete
  4. Halo salam kenal kak

    Buku Om Piring yang ini sepertinya menarik. Meskipun awalnya kurang meyakinkan di aku karena bawa-bawa filsafat. Terima kasih atas rekomendasinya ya ...

    www.extraodiary.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo salam kenal juga ya.

      Hehehe filsafatnya emang bikin agak 'mundur' ya, tapi setelah dibaca cukup seru sih. Siapa tau menginspirasi bukunya (:

      Delete
  5. Aku dah baca buku ini, isinya memang bagus

    ReplyDelete
  6. Udah masukin buku ini ke dalem wishlist dari lama, pas baca review jadi makin semangat nabung buat beli. Dijaman yang serba cepat, org gampang ngasih reaksi berlebih terutama lewat sosmed belajar Stoisisme jadi hal yang menarik untuk dipelajarin.

    Btw salam kenal ya kak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali, buku ini emang bertujuan untuk menjalani hidup dengan positive attitude dan nggak cepat marah. Semoga lancar yaa nabungnya dan cepat baca buku ini. Salam kenal juga (:

      Delete
  7. Aaa bukunya keren, aku banget ni yg sering feeling insecure.

    ReplyDelete
  8. Aku baca buku ini baru 2 bab, besoknya ada temen kantor nyinyir yg biasanya pgn jawabin jadi aku diemin dong :'D karena kalo dibales berati aku jg baper kan ya :")
    Thanks kak udh nge review lagi, jd semangat untuk namatin haha!

    ReplyDelete
  9. Bagus reviewnya :). Menurut saya Filosofi Teras merupakan buku yg layak baca & layak koleksi.
    Barangkali tertarik membaca review Filososfi Teras & tulisan-tulisan saya yg lain tentang Stoa:

    Review Filosofi Teras: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/review-filosofi-teras-henry-manampiring-filsafat-terapan.html

    Kaum Stoa penganut Stoisisme: Pengguna Istilah “Logika” Pertama Kali: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/kaum-stoa-stoisisme-pengguna-istilah-logika-pertama-kali.html

    Meditations & Patung Berkuda “Kaisar Bersama” Romawi Marcus Aurelius: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/meditations-patung-berkuda-kaisar-bersama-marcus-aurelius.html

    ReplyDelete