My Breastfeeding Journey (Part 1): Kenapa Menyusui Langsung?

Friday, May 11, 2018


Aku belum pernah cerita perjalanan menyusuiyang sudah hampir berjalan 21 bulan!di blog ini. 

Jadi ini adalah pertama kalinya aku bakal buka-bukaan, jujur-jujuran, cerita tentang pengalaman aku yang menyusui Josh secara langsung, atau biasa disebut direct breastfeeding

Perjalanan dan pengalaman menyusui setiap mama pasti berbeda-beda. Kalau misalnya kalian tidak sependapat dengan tulisan ini, that's totally fine. Aku pun selalu berusaha untuk nggak memaksakan pendapatku dengan orang lain, karena memang kondisi kita pun berbeda. 

Postingan ini akan dibagi menjadi dua. Mudah-mudahan bagian keduanyayaitu tentang menyapihbakal diposting dalam 4-5 bulan mendatang (SEMOGA YAAA). 

Menyusui Josh secara eksklusif memang sudah menjadi rencana kami sebelum dia lahir. Tapi seberapa lama bisa eksklusif, targetku nggak muluk-muluk. Bisa ASI selama enam bulan pertama aja udah bersyukur banget. Mana pernah ngebayangin bisa menyusui sampai hari ini?? 

Saat ini Josh usia 20 bulan (sebentar lagi 21 bulan), masih menyusui langsung, khususnya saat dia mau bobok (yes, I nurse him to sleep). Karena sehari-hari di rumah, dia masih suka cari aku untuk nenen kalau lagi bosan. Kalau lagi di luar, dia hampir nggak pernah minta nenen lagi, karena sibuk main. Di mobil juga jarang nenen, biasanya bobok sendiri di car seat

Banyak hal yang udah dilalui dan dipelajari dari pengalaman direct breastfeeding ini. Mulai dari melatih kesabaran, harus kreatif gimana caranya bisa menyusui kapan pun dan di mana pun, belajar untuk memahami maunya si anak saat dia belum bisa berkomunikasi. 

All I can say, perjalanan menyusui ini sangat bittersweet

What I love about (direct) breastfeeding: 

1. Praktis, nggak pakai repot, hemat waktu dan finansial. 

Kemudahan menyusui langsung nggak perlu diragukan lagi. Kapan pun, di mana pun, mama tinggal buka "akses", anak langsung hap! Menyusui di luar? Tinggal ke nursery room atau pakai nursing cover. Pokoknya praktis banget.

Nggak repot, karena pergi ke manapun nggak perlu repot bawa botol, termos air panas, cooler bag, dll. Di rumah pun nggak perlu bolak-balik mencuci botol-botol. Aku sempat rutin mompa untuk simpan stok, just in case Josh tiba-tiba harus minum pake botol. Nyuci alat pompa dan botolnya aja aku udah males, hahaha. Eh, ternyata anaknya juga nolak nyusu dari botol. So, makasih, nak, you made my life easier :P

Hemat secara finansial sudah pasti. Karena sejak Josh umur setahun pun aku nggak pernah sengaja memberi dia susu pengganti, kecuali susu UHT, itupun juga karena kita sekeluarga minum bareng-bareng.

Tapi nggak berarti aku nggak keluar uang sama sekali. Aku butuh perintilan menyusui juga seperti beli pompa, nursing bra, dan yang paling penting adalah bisa belanja nursing clothes (yang mana jaman sekarang baju menyusui kece-kece sekali!).

Baju yang lagi aku pakai itu dress untuk menyusui lho. Belinya di Nyonya Nursing Wear.

2. It's good both for mommy and baby. 

Aku hampir nggak percaya dengan fakta saat menyusui, si ibu akan mengeluarkan hormon oksitosin yang bisa bikin rileks, hepi, pokoknya mood berubah menjadi lebih baik. Makanya kenapa menyusui adalah salah satu cara untuk mengurangi baby blues pasca melahirkan, ya.

Dan itu juga yang aku rasakan tiap kali lagi bad mood atau pas lagi datang bulan. Begitu menyusui, entah kenapa badan ikutan rileks dan mood berubah lebih baik.

And as for the baby, menyusui buat mereka salah satu manfaatnya bisa meningkatkan imun tubuh mereka. Sebelum usia 1 tahun, Josh bisa dibilang jarang banget sakit. Kalaupun sakit biasa nggak lama. DSA Josh pun menyarankan untuk terus kasih ASI aja dan nggak diresepi obat sama sekali. Memang luar biasa, ya, khasiat ASI ini.

3. Solusi terbaik untuk segala situasi dan kondisi.

Aku pernah baca salah satu postingan lama Annisast yang membahas tentang menyusui ala orang Mongolia. Salah satunya, mereka menganggap ASI/menyusui anak menjadi solusi bagi segala hal.

Waktu pertama kali baca artikel itu, aku geli banget. Gila aja, masa anak nggak diajarin self-soothing dari kecil, semua masalah tinggal sodorin nenen aja!

Singkat cerita, rasanya sekarang aku boleh mendaftar menjadi orang Mongolia, deh. HAHAHA

Josh sakit, kasih nenen. Josh kejeduk lantai atau jatuh, terus kesal, kasih nenen. Josh mau bobok, kasih nenen. Josh bosan di pesawat, kasih nenen. Gara-gara ini, Mamaku sampai bilang nenen adalah senjata paling pamungkas untuk Josh 😆

Walaupun memang aku hampir menyusui Josh di saat dia senang maupun susah, sehat maupun sakit, tetap ada batasan kapan dia boleh nenen. Apalagi sekarang ini kami udah mulai sounding ke anaknya untuk stop nenen di usia 2 tahun nanti. Belakangan ini, kalau anaknya bosen, dia minta dibukain kulkas, terus ambil susu UHT sendiri instead asking for his mom's milk, hahahaha.

Sampai akhirnya dia sukses disapih, aku pengen menikmati masa-masa ini aja.

4. No strict diet, because breastfeeding mommy still need proper and healthy nutrition.

Waktu pulang Bali kemarin, jujur aku makan BANYAK banget!

Pertama, masakan Mama itu nggak ada yang ngalahin. Kedua, tahu sendiri, kan, kulineran di Bali itu kayak apa? 🐷

Sadar badan semakin lebar, aku pun berniat untuk diet. Waktu aku menolak nasi untuk makan siang, Mamaku langsung ngoceh. "Heh, kamu masih nyusuin anakmu, jangan diet-diet. Makan nasi, tapi jangan banyak-banyak. Tuh, sayur dibanyakin."

To be honest, tubuhku nggak mempan dengan yang namanya diet, sih :P

I'm really enjoy eating. Ibu menyusui punya hak untuk makan banyak, TAPI... menunya memang harus sehat dan dijaga. Sejauh ini, sih, aku masih mengurangi nasi. Aku mencoba lebih banyak makan sayur dan protein, terus rajin minum jus dan air putih. Walaupun supply ASI aku udah nggak seberapa, tapi aku tetap menjaga nutrisi yang masuk ke badan aku. Apalagi Josh masih agak susah makan, sebisa mungkin apa yang aku konsumsi bisa tersalurkan ke dia.

5. Menciptakan bonding antara mama dan si anak.

Setelah baca artikel tentang kekuatan dari bonding antara ibu dan anak, aku makin bersyukur bisa menikmati perjalanan menyusui sampai hari ini. Walaupun aku gagal IMD waktu Josh lahir, tapi kedekatan seorang ibu dengan anak nggak tergantung dari hal itu aja. Menyusui itu adalah salah satu cara proses bonding. Seorang papa pun bisa banget menciptakan bonding dengan anaknya, dengan cara memeluk mereka, menemani mereka main atau ngobrol, hang out bareng, you name it, lah.

Intinya, aku sangat sangat bersyukur bisa menciptakan bonding yang cukup kuat dengan Josh melalui breastfeeding.

***
Segala sesuatu pasti ada dua sisi, termasuk soal direct breastfeeding ini.

Di saat aku sangat menyukai kemudahan menyusui langsung, ada beberapa hal lainnya yang kurang begitu aku nikmati. As I said before, it's bittersweet.

What I don't love about it (sstt, please don't tell Josh): 

1. Keindahan secara fisik sedikit mengurang. 

Aku nggak pernah mempermasalahkan soal bentuk tubuhku, sampai suatu hari aku menyadari salah satu bagian tubuhku berubah drastis semenjak menyusui. Bukan... bukan perut kok. Walaupun memang itu salah satunya. Tapi yang satu ini, aku kaget banget kenapa jadi begini... perasaan pas hamil mereka begitu indah, kenapa sekarang mereka pergi begitu saja tanpa pamit?! (buibuk, paham kan, ya, apa yang saya maksud?)

Ada sedikit rasa insecure dan secara nggak langsung aku jadi agak minder, khususnya di depan suami.

Beberapa ibu yang aku tahu memutuskan untuk nggak menyusui secara langsung, salah satu alasannya adalah karena mereka nggak mau bentuk tubuh mereka berubah. Totally respect their decision for it.

Mungkin aku sendiri nggak memikirkan ini sebelumnya. Menyusui, ya, menyusui aja. Apalagi katanya bisa mengurangi risiko kanker payudara. Wah, makin getol deh!

Well, sepertinya habis ini harus rajin yoga dan exercise untuk mengembalikan ke bentuk semula. Atau ada yang punya ide bagus soal ini? Pliss, help |:

2. Proses menyapih yang harus dilewati. 

Nah, poin inilah yang menjadi sumber kegalauan aku belakangan ini.

Salah satu tantangan untuk ibu menyusui, sudah pasti proses menyapih. Apalagi kalau kondisinya seperti aku dan Josh, di mana menyusui itu adalah segala-galanya.

Suer deh, belum dilakukan aja udah banyak bingung dan deg-degannya. Aku sempat share soal ini di akun instagram beberapa hari yang lalu, how do you exactly know when to wean your baby? Aku udah banyak baca artikel soal pengalaman menyapih sebagai bekal persiapan. Tetep aja nggak nolong, yang ada makin takut. Somehow, beberapa pengalaman yang dibagikan pun kayaknya terlalu smooth dan indah banget. Jadi membuat aku susah percaya.

Kebetulan cici iparku komen di story tersebut. Dia bilang, kalau mama galau, proses menyapih nggak bakal sukses. Kalau mama mantap, pasti bisa berjalan lancar.

Iya juga, sih. Kebanyakan artikel yang aku baca pun memberikan tips yang sama, kalau mau nyapih, berarti mama kudu siap dulu. 

Secara mental, mungkin aku masih banyak galaunya. Tapi tau nggak, sih, secara fisik, I'm more than ready. My body just telling me that I shud stop breastfeed as soon as possible, dan belakangan itulah yang aku rasakan. Mungkin mama menyusui paham, ya, apa yang aku rasakan ini.

Nggak pernah berpikir sebelumnya rencana menyapih itu sangat menyita pikiran dan mental ini.

Rencananya, sebulan sebelum ulang tahun ke-2, Josh mau disapih. Jadi waktu dia tiup lilin, udah nggak nenen lagi. That's the ideal plan. Mohon doanya, ya, manteman. 

3. Anak menjadi tergantung dengan mama. 

Khususnya buat aku yang co-sleeping dan sama sekali nggak menerapkan sleep training pada Josh.

Awalnya, aku ngerasa aneh banget karena nggak menerapkan sleep training, dalam arti tidur tanpa menyusu terlebih dulu pada Josh. Gara-gara ini, jujur aku agak kewalahan kalau harus ninggalin Josh di rumah. Nggak ada yang bisa boboin dia, karena memang anaknya harus nenen dulu.

Belakangan ini aku lagi sering nonton videonya Amanda Muse di Youtube. Aku bersyukur banget nemu channel-nya, karena merasa kayak nemu teman seperjuangan dalam menyusui. Buat yang pengen tahu, langsung klik aja link channel-nya, ya.

Pengalaman Amanda dengan kedua anaknya mirip banget dengan yang aku alami. Di saat aku merasa aneh nggak ngebiasain Josh bobo sendiri, Amanda pun nggak menerapkan itu, bahkan dia juga co-sleeping dengan anak-anaknya. Padahal, setahuku orang bule itu jarang banget, ya, tidur bareng sama anak-anak mereka. Mereka, kan, dibiasakan mandiri sejak bayi.

Jadi, ya, begitulah. Selama hampir dua tahun ini, ke manapun kami pergi Josh selalu ikut. Bukan hal yang buruk, sih. Hanya aku sedikit lebih repot dan was-was kalau terpaksa harus ninggalin Josh sebentar di rumah. But he's a good kid tho. Jarang banget rewel kalau dibawa pergi. 

4. Not enough sleep = exhausted and mood swings.

Ini paling dirasakan waktu enam bulan pertama Josh lahir. Secara anak bayi kudu nyusu tiap 2 jam sekali. Paling berat waktu tengah malam dan Josh lagi growth spurt. Kalau pakai botol, bisa minta gantian dengan suami. Tapi karena menyusu langsung, walaupun badan lagi capek dan ngantuk berat, anak minta nyusu harus tetap dilayani.

Ini juga masih suka terjadi kalau Josh lagi sakit atau nggak enak badan. "Obat penenang" dia cuma satu: nenen.

Selama beberapa malam, mau nggak mau aku harus rela diempengin Josh hampir sepanjang malam. Sampai di suatu titik, aku merasa lelah dan kesal. Inget, kan, soal badanku seolah-olah "bilang" kalau udah nggak mau nyusuin Josh? Di masa kayak ginilah aku ngerasainnya. Saking kesalnya, aku balik badan dan ngebiarinin Josh rewel selama beberapa menit sambil dia narik-narik baju aku dari belakang. See, sometimes being a good mother is hard. Anaknya lagi sakit dan dengan egoisnya aku cuekin dia kayak gitu.

Thank God di masa-masa kayak gini, suamiku masih cukup tenang untuk ngingetin aku untuk nggak bertingkah childish. Dia juga bilang, sekarang Josh belum disapih dan belum ngerti gimana caranya untuk tidur lagi, di saat badannya nggak enak. Aku sebagai mamanya harus bisa bantu dia lewatin proses ini. Nggak selamanya Josh bakal nenen dan suatu hari aku bisa kangen masa-masa di mana Josh membutuhkan mamanya. Oh suami, bisa apa aku tanpa dirimu T_T

5. Harus siap mendengar komentar orang yang mungkin kurang sedap. 

"Anaknya nenen terus entar manja lho." 

"Udah 1 tahun lebih anaknya masih nenen??"

"Anaknya nenen terus kamu jadi susah ngapa-ngapain lho"

Dan yang paling epic adalah, 

"Minta resep obat sama dokter aja buat berhentiin ASI kamu." 


***
Sekian cerita perjalanan menyusui sejauh ini. Tadinya aku mau share setelah sukses menyapih nanti aja. Tiba-tiba kepikiran aja untuk cerita tentang ini dulu di blog. 

Aku masih punya deadline sekitar 2.5 bulan untuk memulai proses menyapih. Sounding, sih, udah diterapkan sejak anaknya umur 18 bulan. Yang lucu, sekarang kalau aku becandain Josh dengan kalimat: "Ihhhh, udah gede masih nenen, siapa yaaaa?", anaknya nyengir malu, terus ogah nenen saat itu juga. Eh, nggak berapa menit kemudian, minta nenen lagi 😁

Terima kasih yang udah baca sampai selesai. Mungkin ada masukan atau tips persiapan menyapih apa yang oke dan applicable ke anak nanti? Atau yang mau cerita soal perjalanan menyusuinya juga, silakan, yaaa. Kita ngobrol-ngobrol bareng di kolom komentar bawah. 

Happy weekend guys, stay awesome!

1 comment:

  1. emang kalo nyusuin langsung tuh berasa praktis, hemat, dan ga ribet... paling ribet baju doang hahahaha... paling berasa tuh kalo jalan2, jadi ga perlu bawa segala perintilan susu, cukup buka baju beres deh...

    jayden baru disapih pas menjelang umur 3 tahun hahahaha... tanpa tipu2, cukup disounding terus... salah satu yang paling ngefek tuh bacain buku tentang bedtime story, lama2 dia minta bobo sendiri ga pake nenen... karena yg paling susah berentinya tuh bobo sambil nenen hahahaha...

    ReplyDelete