Resep Menjadi Orang Kaya

Tuesday, October 17, 2017


Waktu baca artikel blog singkat ini, aku jadi keinget tema di gereja bulan ini yang membahas tentang True Riches, yang kalo diindonesiakan adalah Harta Sesungguhnya.

Biasanya kalau ngomongin harta yang terlintas pasti hal-hal berbau materi, apalagi kalau bukan uang. Padahal setiap orang punya definisi yang berbeda-beda tentang harta. 

Hari ini aku pengen share tentang apa yang kami dapet dari sermon yang dibawakan Ps. Jose Carol hari Minggu kemarin. Judul sermonnya "Kaya di Bumi, Kaya di Surga". Rohani banget yaaa kayaknya? Tapi poin-poin yang dibagikan—di samping tambahan Bible verses pastinya—ngena banget dengan kehidupan kita sehari-hari. Kadang-kadang pesan yang sederhana malah nohok kita banget, setuju nggak?

Sebelumnya, Ps. Jose menjelaskan definisi "kaya" dan "miskin". Dua kata ini nggak mentok hanya karena harta benda/uang yang dimiliki. 

Orang yang kaya, berarti punya kemampuan untuk memberi (ability to share). Sedangkan orang miskin, selalu merasa kekurangan. 

Ouch, belum apa-apa udah nyindir banget, yaa. Hahahaha. Yuklah, mari kita lanjut 7 poin simpel yang dibagikan. Siap-siap ditampar bolak-balik! 

This is gonna be a long post, I tell ya! 

1. We can't buy health

Bukan suatu konsep yang baru. Semua orang juga tau, yang namanya kesehatan nggak bisa dibeli. Makanya ada peribahasa lebih baik mencegah daripada mengobati. Karena kalau udah sakit, mau nggak mau harus keluar duit (untuk ke dokter atau beli obat), kan? 

Aku inget dulu dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, suka ada kalimat: "Ayah Budi membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga." Bukan hanya dalam pelajaran BI aja, di budaya kita memang mengenal prinsip "membanting tulang" ini. Menariknya, istilah ini nggak ditemukan di dalam bahasa Inggris, di kamus nggak ada kata "smashing bones" dan dengernya aja ganjil, ya.

Dulu, orangtua kita banting tulang cari uang untuk kita makan dan sekolah. Mungkin saat ini udah waktunya diri kita sendiri yang melakukan hal demikian. Sebenernya, perlu nggak sih kita sampai banting tulang demi uang? Cari uang mah perlu, supaya bisa makan, bisa liburan sesekali dan beli baju baru setiap bulan. Masalahnya, nggak banyak orang yang ngeh dengan "banting tulang" setiap hari, mereka malah mengorbankan kesehatan mereka. 

Aku punya kenalan yang memegang prinsip cari uang sebanyak-banyaknya selagi muda. Ya, bener sih. Usia yang masih muda memungkinkan kita untuk melakukan banyak hal. Tapi kalau suatu hari nanti udah kaya, kesehatannya (dalam tanda kutip daya tahan tubuh) malah udah berkurang, karena udah "habis" dipakai di masa muda. Terus, duitnya buat apa dong? Mengutip perkataan Ps. Jose, "Kita nggak selalu bisa memegang keduanya secara bersamaan."

2. Tujuan hidup sehat bukan untuk menghindari kematian, tapi supaya bisa menikmati hidup dengan hal-hal berkualitas

Ini nyambung, ya, dengan poin pertama. 

Aku sering salah kaprah dengan menjaga kesehatan berarti memperpanjang waktu hidup kita di bumi. Padahal semua orang pasti mati, hanya kita nggak tahu kapan waktunya. 

Suatu hari aku pernah nanya Andreas, kenapa sih dia nggak mau makan goreng-gorengan, menghindari yang manis-manis, rutin ngegym tiga kali seminggu. Jawabannya cukup sederhana, karena dia pengen puas-puasin main bareng anak, bahkan kalau bisa sampai punya cucu nanti. Kalimat favoritnya tentang ini, "Bukan cuma nabung uang, aku juga harus nabung kesehatan untuk kalian. Kalau uang banyak, kesehatan nggak ada, aku bisa apa." Duh, hati ini berdesir banget, Kang dengernya #suamiidaman #relationshipgoals

3. Orang kaya adalah mereka yang mampu menemukan kebahagiaan dalam segala kesederhanaan. 

To be happy is a decision. 

Bukan rahasia umum banyak orang yang punya segala sesuatu, namun masih suka ngeluh kalau hidupnya nggak bahagia. Sedangkan, ada juga orang yang mungkin nggak punya segala sesuatu, but they choose to be happy dengan hal-hal kecil yang mereka miliki. 

Aku pernah nulis tentang kesederhanaan, di situ aku bilang aku sempat ngeluh karena masih numpang di rumah mertua. Nggak bohong, sebagai menantu seringkali aku berada di posisi yang kurang nyaman. If I choose to be a rempong person, aku bisa aja sweat the small stuffs dan ngadu ke suami dan hubungan rumah tangga kami mungkin nggak sebaik sekarang ini. Eniwei, yang pernah tinggal bareng mertua/orangtua setelah menikah, pasti ngerti tentang ini. Daripada aku rempong ngurusin hal-hal kecil yang harus mengorbankan pernikahanku, aku lebih milih untuk menemukan kebahagiaan dari hal-hal kecil selama tinggal bareng mertua. Do you know, mertuaku tahu banget kalau aku doyan ngemil cakes dan makan daging B2. Maka setiap kali ada kue-kue di rumah, mereka langsung nawarin aku nggak lupa dengan pesan, "Habisin aja, nggak ada yang makan" (mertuaku udah jaga makan banget). Kayak tadi pagi ada sisa kue brownise dari Bandung, mama mertua langsung ngomong, "Tuh, Cheche (nama kecil aku di rumah) suka banget, habisin aja ya." Begitu juga dengan daging B2, mama mertua kalau masak daging B2, yang disuruh makan duluan pasti aku. See, gimana kagak gendut coba tinggal di rumah mertua disodorin yang enak-enak melulu.

Dari situ aku sadar, ternyata untuk happy tuh nggak muluk-muluk. Seneng rasanya diperhatiin orang lain dari hal--hal kecil. Tinggal keputusan di kita sendiri, we want to be happy or not. 

"Kemampuan untuk menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan adalah sebuah anugerah."

4. Kedamaian dalam rumah tangga adalah tanah subur bagi anak untuk bertumbuh sehat jiwani. 

Nah, kalau yang ini cocok untuk kita yang udah berkeluarga. 

Kemarin, aku akhirnya nonton sebuah film rohani berjudul War Room. Di situ diceritakan bagaimana keadaan hubungan suami istri yang menegang, anak pasti yang kena dampak duluan. Ada satu scene di mana si anak bilang ke temannya yang baru menceritakan tentang kekompakan orangtuanya, "Coba aku bisa tinggal di rumah kamu, orangtuaku kalau di rumah ribut mulu." Nggak sengaja Ibu si anak ini mendengar, malamnya dia bilang kalau dia sayang sama anaknya. What her daughter said next bikin aku mewek. "No, you don't," terus anaknya nanya sama mamanya apa kegiatan yang belakangan dia lakukan, apa nama tim olahraganya, lalu dia juga bilang kalau minggu lalu tim anaknya menang kompetisi. Ibunya nggak bisa ngomong karena dia memang nggak tahu apa-apa tentang anaknya, terus mereka berdua nangis T__T

Aku nggak bilang aku tumbuh di dalam rumah tangga yang terbaik, because sometimes my parents having their difficult times too, namanya juga manusia, kan. Tapi aku bersyukur mereka berdua menjaga pernikahan dengan baik sampai hari ini. Aku bisa lihat "hasil" dari pernikahan mereka dari pertumbuhan setiap kami, anak-anak mereka. 

Ini jadi PR untuk aku dan Andreas juga, sih. Walaupun sekarang Josh masih kecil, tapi kami pengen suatu hari nanti dia tahu kalau papa mamanya sayang sama dia because we take care of our marriage

5. Kita nggak bisa bawa kekayaan ke surga, tapi kita bisa mengirimkannya ke surga.

Percaya nggak sih, setiap kita melakukan atau memberi sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita sedang "mengirimkan" harta yang kasat mata ke surga.  

Jujur aja ya, secara materi mungkin aku nggak punya banyak. Namun, di saat ada kesempatan untuk memberi, aku akan berusaha untuk memberikan yang terbaik. Kalau secara materi kurang, aku bisa kasih dari hal lain, mungkin waktu atau kapasitas hati untuk menampung curhatan teman-teman. Mungkin kesannya sepele, tapi sebenarnya nggak banyak yang betah mendengar cerita orang tanpa berkomentar. Lagi-lagi aku bersyukur bisa punya kelebihan untuk memberi dalam hal ini. 

"Greater is a joy to give than recieve."

Semua yang percaya katakannnnn.... aaaaamin!

***
Begitulah yang bisa aku bagikan hari ini. Ternyata nggak panjang-panjang amat, ding! Syukurlah, hahahaha :D

Sebenarnya ada 7 poin sih, cuma ini aku singkat aja dari sumarry yang aku catat sendiri juga dibantu dari catatan ini. Semoga menginspirasi, ya. Hidup kaya emang impian semua orang, termasuk aku pastinya. Tapi untuk menjadi yang benar-benar kaya, kira-kira beginilah "resep"-nya. 

Happy Tuesday and stay awesome!

2 comments:

  1. Iya, kaya itu konsep psikologis dimana seseorang merasa kebutuhannya tercukupi dan merasa masih bisa berbagi dengan orang lain. Jadi itu semua relatif. Tapi setuju kesehatan itu nomer satu.

    ReplyDelete