A Typical Instagram Life

Saturday, August 21, 2021


Katanya kita bisa mengenal seseorang lebih jauh dari melihat isi playlist Spotify-nya atau buku apa yang suka dia baca. 

Di era sosial media seperti sekarang ini, boleh dong yaa kalau aku bilang kita bisa mengenal seseorang dari siapa yang dia follow di Instagram. 

Setiap kali aku mengagumi seseorang di dunia maya, selain mengikuti akun sosial medianya, yang biasa aku lakukan juga adalah mengintip daftar following orang tersebut. Yaaa, pengen tahu aja akun apa, sih, yang dia suka. Konten apa yang dia ikuti. Apa yang biasa menginspirasi dan mendasari pemikiran keren dia. Setelah itu bisa kira-kira, deh. Oh, ternyata doi tuh suka yang begini begitu. Oh, ternyata dia juga ngefans sama idol ini, ya. Oh, ternyata dia suka belanja tanaman di akun ini juga. Lah, kok ini dia follow si A, sih? Lho, mereka kok mutualan? Lho, mereka itu pacaran?? *lah gimana jadi ngegosip*

Eniweiiii... 

Penggunaan sosial media seperti ini salah satu sisi menyenangkan. Karena pada dasarnya kita (iya, kamu juga!) memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Kalau maknanya positif, sih, bagus. Bisa aja dengan rasa keingintahuan tersebut kita belajar sesuatu dari orang lain. Mendapatkan informasi baru atau mencuri ilmu kerensesuatu yang paling sering aku lakukan kalau ketemu sosok kece di internet! 

Yang repot kalau maknanya negatif. Mulai dari ngejulid tanpa alasan, nilai orang sembarangan hanya karena postingannya, kepo sama pilihan hidup orang tersebut dan masih banyak hal lain.  

Belakangan ini, aku lagi senang ngikutin cerita pindahan dari apartemen ke rumah kontrakan di Instagramnya Kak Icha. I'm so happy for her! Terus, netijen mendadak heboh saat beliau house tour apartemen yang udah kosong dan ternyata... kecil dan nggak estetik. Doi sendiri kok yang ngomong begitu, hihi. 

Mungkin kah karena netijen "kemakan" mindset di mana kalau selebgram/influencer yang femes dan followers-nya banyak itu, rumahnya pasti kece. 

Sejak pandemi ini aku suka banget nonton vlog emak-emak koriya yang rumahnya terlihat sangat bright, rapi, bersih, pantry dapurnya semua dilabel dan ditoples seragam. Belum lagi rutinitas mereka seperti bersih-bersih, masak, belanja dan sebagainya. Pokoknya mereka "ibu rumah tangga goals" sekali, deh! Ya, siapa juga yang nggak kepingin punya rumah rapi. Bahagianya ibu-ibu, kann. 

Awalnya nonton atau scrolling konten ini sebatas hiburan. Sampai suatu hari aku overthinking tiap kali memandang isi tempat tinggalku. 

Liat gorden kamar yang nggak mecing dengan bed set, ngeluh. Liat isi lemari yang sebenarnya rapi-rapi aja, tapi rungsing sendiri karena kontainernya nggak seragam gini, ya. Liat isi lemari dan kulkas dapur yang lagi-lagi sebenarnya nggak ada masalah, tapi kok nggak serapi pantry-nya Harugreen

Mulai, dehhhh, membandingkan diri. Mendadak ngerasa aku yang sama-sama seorang ibu rumah tangga kok nggak bisa serajin mereka yang di layar henpon. Kok aku nggak niat meal prep? Kok aku nggak bisa masak tiap hari? Kok rumahku nggak serapi mereka? Kok kamarku nggak seestetik itu? 

Kenapa harus jadi pressure?? *ngomong sama diri sendiri*

Meanwhile, di saat aku nunjukkin salah satu postingan IG ibu-ibu yang meal prep ala-ala dan bilang mau beli kotak-kotakan plastik yang sama ke mamaku, blio langsung menepis. "Halah, kamu lagi mau beginian. Masak mie goreng di dapur aja berantakan banget mau kulkas serapi ini." Makasih lho, Mam, dukungannya! 

Tujuan hidup zaman sekarang: harus estetik soalnya mau di-post ke Instagram! 

Padahal, ya, kenapa harus rapi versi orang lain? Kenapa juga harus rapi versi Instagram? 

Tanpa sadar tuh sosial media memberikan kita "standar" hidup yang baru. Padahal nggak semua orang harus mengikuti gaya hidup orang lain. Apalagi semacam mindset yang itu tadi, kalau udah jadi content creator, wah pasti rumahnya kece. Henponnya pasti iPhone. Meja kerjanya pasti estetik. Padahal, yaa... nggak juga, sih. Kak Puty yang suka berbagi meme lucu dan ilustrasi gemesh aja masih pakai Android kok. Belakangan aku juga baru sadar kalau William Sudhana pun nggak pakai iPhone. Kok tahu, sih? Yang main Instagram pasti tau lah bedanya, hahahahaha. 

Masalahnya bukan nunggu harus punya iPhone atau Android, nunggu punya rumah kece atau nggak, baru bisa bikin konten keren. 

Masih di sharing-nya Kak Icha kemarin, blio sempat cerita di tempat tinggalnya dulu dia ketemu seorang beauty influencer yang ternyata tinggal di gedung yang sama. Kalau liat IG-nya yang estetik dan cantik banget, bingung gimana bikin studionya di apartemen sekecil itu. Ternyata bener lhoo, satu apartemen mungil itu memang dijadikan studio khusus untuk dia bikin konten. Karena namanya nggak disebutkan, aku nggak tahu juga siapa orang yang dimaksud. Tapi kebayang aja yang diceritakan seperti apa. 

Berarti terbukti, kan, buat konten itu nggak terbatas tinggal di mana, rumah bagus apa nggak, tapi ya itu: skill dan niat. Karena kalau ada niat, semua pasti ada jalannya. 

Balik lagi ke topik overthinking aku. Sebetulnya aku tahu kenapa aku nggak bisa punya hidup ala ebes-ebes Instagram. Kayak kenapa nggak meal prep, sesimpel karena di rumah ada yang bantu masak kalau aku lagi repot. Perkara mau masak apa, ya, bisa dicatat menu mingguan aja. Kenapa rumah nggak rapi, karena anak-anakku masih fase eksplorasi di mana harus siap dengan ruangan yang berantakan. Messy can wait... tapi aku memilih untuk rapi sekarang juga dan marah-marah. Why oh why. 

Soal estetika juga gitu. Yang akhirnya membuatku menjadi impulsive buying, padahal aku tauuuu banget barang yang kubeli nggak dibutuhkan. Seringnya makanan, sih. Sama beberapa perintilan dekorasi. Bikin konten jadi lebih kece juga kagak, jadi boros iya 🥺

Jadiii, marilah kembali pada prinsip bermain sosial media: Nggak usah 'melihat' terlalu banyak. Ambil baiknya yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan hidup kita. 

Rapi-rapi pantry dapur dengan kontainer warna seragam? Why not? Isi kulkas semua dikotakin dan diberi label? Boleh juga. Asal melakukannya hepi dan bukan karena ikut-ikutan tren apalagi kena pressure. Mau rapi atau cantik tapi jadi sering marah-marah, kan, juga nggak nyaman. 

Untuk sementara ini, biarlah kulkas cantik, rapi nan estetik hanya menjadi milik Mba Nisa Cookie

***
Kamu sendiri gimana, gengs. Pernah nggak 'kemakan' atau kena pressure karena Instagram? 

25 comments:

  1. Whoaaa Ci Jane menyeuarakan hati banyak orang banget!! 🥺👏. I feel you, Ci 😂
    Di Youtube juga banyak banget yang jual estetik konten seperti yang Cici sebut di atas, memang dilihatnya enakkkk buanget ya, segalanya rapih, bersih, setiap sudut ruangan estetik dan cakep untuk di foto, siapa juga yang nggak mau seperti ini 😂😂
    Aku sering buanget ngiler ngiler sama kamar-kamar rapih ala Korea gitu. Sedikit banyak memang jadi preassure ya karena hati jadi pengin punya model kamar sama persis seperti itu wkwk. Namun, sampai saat ini belum sampai beli ini itu untuk mendekor kamarku, masih aman 🤣
    Tapi aku setuju sama Cici!! Ambil baiknya yang sesuai sama kebutuhan dan kemampuan kita ajaa. Aku suka sedih melihat orang-orang yang memaksakan diri untuk hidup estetik padahal keuangannya kurang mendukung 😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehhhh, aku hanya mengaminkan apa yang dibagikan Kak Icha aja, sih, Liii. Terus nambahin beberapa opini aku pribadi hahahaha. Itu juga yang aku rasakan saat baca HL sharing-nya beliau tentang ini. Sampai aku yang, "IH BENER BANGET." 😂

      Aku juga seneng banget sama konten makeover kamar-kamar estetik ala Korea gitu. Tapi kok lama-lama ngerasa kamar mereka sama semua jadinya. Sprei kotak-kotaknya sama, cerminnya sama, gelasnya sama. Kok kayak nggak ada sentuhan personalnya. Tapi yaaa, kalau mereka senang kenapa aku harus repot komentar, pastilah mereka juga senang kamar bisa cantik dan estetik 😆

      Aku jadi inget sama komentar netijen di video seperti itu, Lii. Kebanyakan dari mereka bilang cuma orang kaya yang bisa punya kamar estetik. Menurutku agak salah kaprah nggak, sih? Ya, memang sih untuk dekor kamar itu butuh budget, karena perintilan home decor nggak murah, ya. Cuma jadi seolah-olah harus kaya dulu baru bisa punya rumah bagus, padahal kaya atau berkecukupan itu sendiri kan relatif, ya 😐

      Delete
  2. Ya ampuuunnn ini bener banget deh Jane hahaha! Beberapa tahun lalu, waktu masih sering ngikutin bookstagram atau booktube, aku suka sebel sendiri lihat rak bukuku yang warnanya cokelat, kok dulu ga beli yang putih aja yaa kan cantik kalau difoto wkwkwk. Sempat mikir mau di-cat, tapi kok PR banget yaa siapa juga yang mau ngecatin wkwkwk...

    Pada akhirnya, ga estetik juga barang-barang yang kita punya masih berfungsi dengan baik kok yaa? Memang kadang kita ini suka ga sadar merasa FOMO, kayak harus banget kayak orang lain, baru bisa ngelakuin yang kayak dia lakuin, padahal kan ga harus begitu yaa hahaha..

    Btw aku suka banget kalimat ini >> "Nggak usah 'melihat' terlalu banyak. Ambil baiknya yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan hidup kita." 💖💖

    ReplyDelete
    Replies
    1. FOMO itu bener banget, Eyaaaa! Aku kayak nggak buka IG selama beberapa jam udah bingung ketinggalan apa aja wkwkwk kalau nggak ikutan tahu ada tren atau gosip apa sekarang ini tuh kayaknya udah ngerasa tinggal di gua, padahal kalau dipikir-pikir apa untungnya juga setelah tahu pun biasanya aku malah "hah apa sih nggak penting" 🤣

      Kamu liat rak buku kamu gengges sama kayak aku liat gorden aku, padahal itu juga udah diganti lho. Sebel ternyata warnanya nggak sesuai bayangan, gini dah kalau beli kain nggak langsung ke tokonya wkwkwkw tapi kan gorden nggak murah yakkk, sing sabar lahhh nabung lagi buat bikin warna lain lagi 🤣

      Delete
  3. Mbak Jane dirimu tidak sendirian. Saya sampai bikin tulisan tentang itu sendiri di blog.🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahahahaha kok bisa pas sihhhh nulisnya sama 🤣

      Delete
  4. Btw Nice Post Mba Jane, Seperti biasa 😁. Dan kali ini agak relate sebenarnya. Cuma bedanya dulu saya lebih sering kena damprat negatifnya. Jadi udah dari sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu narik diri dari dunia permedsosan.
    Sekarang hanya mentok di WA saja.
    Jadi agak cupu, karena sering ketinggalan berita.

    Kalau soal punya rumah/ruangan estetik. Itu juga salah satu impian saya. Nggak usah estetik deh, Rapih dulu aja. Cuma ya gitu. Hanya bertahan di niat. Eksekusinya masih nanti2. Haha. Ini aja kamar kontrakan masih jadi satu sama Ban Motor sangking nggak ada tempat lain buat nyimpan.. Wkwk.

    Jujur, kalau ngeliat orang yang rapi. Saya suka heran sendiri Mba. Kaya si B (nyebut inisial, orangnya terbang nggak ya? Wkwk). Mungkin dia orang terapih sejauh yg saya kenal. Apalagi ngeliat kamarnya, wah idaman banget. Nggak luas, tapi rapi jadi sedap kalau dilihat. Cuma ya itu, nggak bagusnya orang jadi betah lama2 di kamar. Kan nggak bagus ya. Wkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahhh makasih banyak lho Mas Toni juga udah baca :D

      Wahh, akutu salut lho sama orang-orang seperti Mas Toni dan Lia yang menarik diri dari sosial media, dalam hal ini Instagram, yaa. Soalnya tuh aku masih belum bisa, paling cuma bisa 'libur' sementara beberapa hari terus balik main lagi. IG buatku masih menjadi sarana inspirasi dari orang-orang kece yang ku-follow hihi

      Kalau boleh tahu, Mas Toni update berita kekinian dari mana? Portal berita atau cerita temen-temen aja? :D

      HAHAHA saya kebayang sih motor masuk kamar kontrakan. Soalnya duluuuu banget waktu masih tinggal di Jakarta, papaku juga masukkin motor ke rumah karena di Jakarta kayak nggak aman gitu parkir motor di luar huhuhu. Betul! Estetik bonus kali, yaa. Yang penting rapi dan semua pada tempatnya.

      Wahahahahaha maksudnya apa nih nggak bagus betah lama-lama di kamar si B? Kan lumayan bisa makan enak terus di rumahnya doi 🤣

      Delete
  5. Aku jadi mengingat2 siapa aja ya yang kufollow di IG. Hahaha.

    Setuju sama mba Jane, zaman sosmed gini, kalau FOMO bisa jadi pressure banget, karena terlalu banyaknya informasi yang bisa dengan mudah kita akses. Ya masa mau diikutin semua, kan... ^^"

    Dahlah, paling aman emang ambil baiknya (dan sesuai sama waktu dan duit yg tersedia), tinggalkan yang tidak memungkinkan. Ga FOMO juga ga rugi ini... hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hayoooo ada siapakahhh di daftar following-mu 😆

      Soal FOMO ini memang harus dibiasakan banget yaa, Mba. Akutu orangnya takut kudet entah kenapa. Kayaknya harus belajar cuek dari suami, biar kepala tuh nggak mikirin aneh-aneh dan hidup lebih tenteram. Soalnya aku sering juga ngoceh karena dia kudet, tapi sepertinya itu termasuk hal positif yang bisa kupelajari wkwkwkwk

      Delete
  6. Yaampun, kulkas rapi dan meal prepp. Aku pernah nyoba kek cuma sebulan dua bulan, abis itu menyerah. Buat apa nyetok sayur dan daging banyak kalau ujungnya malah gak sempet masak. Malah sayang sama bahan-bahan yang nantinya busuk dan gak kepake 🤣🤣🤣

    Aku juga mikirin konsep "minimalis" yang sekarang lagi trendi di kalangan ig homedecor. Sebagai orang yang sekarang lagi proses ngisi rumah baru (waw), tentunya gatel juga kan yhaaa pengen rumahnya gemes kek orang2 di instagram. tapi setelah follow kok ya malah jadi capek karena mikir banyak banget hal yang harus dilakukan. "minimalis" jadi bukan gaya hidup, justru diarahkan ke budaya konsumtif "membeli yang bergaya minimalis".

    (kayak ganti semua toples harus warna putih biar minimalis.... yeah, you do you, tapi kayaknya melenceng dari aspirasi minimalis itu sendiri deh)

    so, yeah. keep our life realistic karena nggak adil kalo cuma bandingin kehidupan dengan instagram -- yang notabene kehidupan yang dikurasi. Aku cuma buka IG untuk liat apdet temen-temen yang sudah aku "tahu". i mean tahu cerita-cerita mereka, tahu ada apa di balik "sampul"nya, jadi gak ke pressure 🤪

    tapi tetep aja ada ya mbak, niat estetik mah. sekali-sekali aja kalo lagi pengen, ya nggak. Mungkin mindahin sereal dan tepung ke wadah berlabel emang bukan aspirasi kita, tapi ku masih niat beli piring lucu biar makannya gemes biarpun cuma nasi telor 😅😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Megaaaaaa. Toss dulu dah kita soal beli piring lucu biar makannya gemes. Motivasi yang sama ketika aku memutuskan beli sendok dan garpu kayu biar makan indomie pun terasa makin nikmat wkwkwkwk 🤣

      Nah itu! Gemes bangett soal dekor rumah estetik yang dihubungkan dengan gaya hidup minimalis, sekali lagi konsep hidup minimalis itu sendiri jadi menyimpang nggak, sih? Huhuhu. Yang Mba Mega rasakan itu sama seperti yang Kak Icha share di IGstory-nya. Ternyata perintilan dekor rumah itu nggak murah. Terus akhirnya nanya diri sendiri, "Sebenernya dekor rumah tuh karena biar cakep untuk masuk Instagram atau demi memuaskan kebutuhan diri sendiri?" Nah lhooo... 😆

      Btw, selamat mengisi rumah, yaaa, Mba Megaaaa! So happy for you! ❤

      Delete
  7. hahaha mbak jen jadi pengen lihat siapa saja yang ku follow di ig. Pernah sih gak sengaja terfollow akun-akun aneh tapi aku gak masalah dengan semuanya. kadang ada juga akun IG yang di hack atau hapenya dijambret. Bisa jadi foto-foto yang diunggah belum tentu dari pemiliknya kan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahahaha akun-akun aneh itu pernah kejadian di aku. Jadi pas lagi beberes daftar following dan followers aku, kok nemu akun aneh yang nggak dikenal. Isinya berubah malah kadang PP nya aja udah nggak senonoh. Auto delete dan unfollow hahahaha.

      Delete
  8. Janeeee, berfaedah banget sih kegiatan nge IG nya, saya mah kalau nge IG, banyakan buat post job, like post orang sampai ribuan, eh ama cerita harian di akun khusus sih.

    Jarang banget bisa stalking menerus akun orang lain, palingan tuh sekilas kalai muncul di timeline.

    Btw, mengenal orang dari followingnya bener juga ya, karena kebanyakan pola pikir manusia itu ya terpengaruh sama lingkungan, kalau dalam dunia maya ya apa yang dia liat dan baca secara konsisten.

    kalau dia follow seseorang misalnya, lalu sering banget kepoin atau ikutin postingannya, lama-lama apa yang dia lihat dan baca itu ya mempengaruhi dirinya.

    kayak dulu saya sering baca blognya Icha, saya dong jadi sering bilang WTF WTF juga wakakakak, terlebih memang saya dekat ama mantan bos saya, buibu, tapi karena gaulnya ama bule, sukanya bilang WTF juga wakakakak.

    Mungkin karena alasan itu juga, semenjak ngeblog dan ingin punya personal branding, saya putusin untuk ga punya kiblat ngeblog dari seleb blog manapun.

    Saya belajar ngeblog dari semua penjuru, jadi citra seleb atau lainnya nggak terlalu mempengaruhi pikiran saya.

    Btw lagi nih, masalah estetika, saya termasuk orang yang sungguh repot kalau mau upload foto di IG, apalagi tinggal di tempat yang nggak estetik sama samsek, hahaha.
    Jadinya, wajib banget edat edit sana sini, bersihin fotonya.

    Sering ditanya beberapa teman, kok ribet banget sih, kayak fake gitu.
    Ya pegimana dong, kebanyakan foto yang saya upload di akun utama itu ya job, masa iya saya kasih foto yang ga sedap dipandang untuk klien, hahahaha.

    Jadi, saya sangat menghargai orang-orang yang ngepost apa-apa tuh harus estetik, harus dandan, karena selain itu tuh butuh kreatifitas which is berarti dia keren karena mau usaha lebih ye kan.

    Namun juga sangat menghargai orang-orang yang ngepost seadanya.
    Tauk deh saya ini, semakin tuwah, semakin nggak banyak pikiran ama apa-apa yang ada selain diri sendiri, anak dan keluarga.

    Mungkin karena seperti kata Jane di atas itu, menilai orang dari following.
    Iya sih, saya mah follownya akun berita, kiblatnya detik.com. liputan6, kompas dll itu wkakakakaka.

    Dan karena kebanyakan dari berita itu diwajibkan untuk BALANCE dan enggak memihak, saya juga jadi terbentuk kayak gitu kali ya.

    Semua-semua maklum aja dah, malas banyak pikiran, atau mungkin terlalu cuek wakakakakak

    atau juga memang dipaksa keadaan, saya kan udah beberapa tahun ini cari duit dari internet, di mana tekanannya itu luwar biasaahhh banget, jadinya lama-lama belajar untuk B aja melihat post orang lain, karena saya sendiri juga menampilkan apa yang di IG itu ya pake edat edit, jadi seringnya apa yang ditampilkan di IG itu nggak mencerminkan semuanya, misal estetik, ternyata ya cuman 1 sudut doang, hahaha.

    Ya sudah deh, makin gaje nih saya ngelanturnya.
    Eh btw cuman mau bilang, kangen ih, lama ga main ke sini :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wihiiii kangennnn banget nih baca komentar Mba Rey yang panjang-panjang gini 🤣 Makasih banyak Mba Reyyyy udah meluangkan waktu untuk baca dan berbagi cerita juga di kolom komentar 😘

      Bahahahaha nggak kebayang Mba Rey ngomong WTF WTF XD tapi memang blognya Kak Icha dan Ci Gesi dulu itu yang menemani hari-hariku saat jadi ibu. Isi blog mereka mood banget! Terus belajar banyak juga soal optimasi blogging dari mereka. Sekarang dua-duanya makin berkembang, yaa. Nggak sekadar blogger doang tapi udah punya 'label' baru di dunia sosmsed hihi

      Btwwww, soal fake yang seperti teman Mba Rey bilang, aku jadi teringat saat ikutan workshop content creator dulu bareng Kak Alodita. Waktu itu ada yang nanya juga, bedanya branding dan fake apa. Tentu saja yang Mba Rey dan kita-kita lakukan di sosmed maupun blog itu bukan fake, tapi memang branding dan tuntutan kerja kita sebagai content creator. Iya nggak, sih? Apalagi betull yang Mba Rey bilang. Ada klien biasa memberikan brief foto produknya harus gini gitu, ya mau nggak mau kita harus nurut dong, yaa. Namanya sponsored job. Jadi masalahnya bukan fake, kita kan nggak membohongi publik juga hihi

      Tetap semangat berkarya ya, Mba Rey! Semoga aku bisa segera menyusul Mba Rey dalam hal mendapat penghasilan dari ngeblog *aminnn* 😆

      Delete
  9. yampunnn ini yang ada dipikiranku akhir akhir ini hahaha
    tiap liat postingan yang soal food preparation, di otakku cuman berandai-andai, kapan ya bisa punya kulkas serapi itu, setertib itu (dikata baris berbaris hahaha), lahh kulkas di rumah yang "menguasai" ibuku. jadi yang nyimpen nyimpen lebih banyakan dan seringnya ibuku sama bahan bahan dapur. kadang space buat nyimpen jajanku aja misalnya, ga cukup hahahaha

    lahh samaan mbak, aku malah tergoda printilan ga penting dan ujung ujungnya ya numpuk juga akhirnya. Kadang mata ini ga bisa dijaga :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahahaha apa yang dirasakan Mba Ainun soal kulkas sama kayak aku, bedanya aku harus berbagi dengan mama mertua, walau sebetulnya kulkas kami terpisah, sih. Aku yaa menata sesuai kemampuan dan kebutuhan aja, deh. Yang penting semua bahan makanan di kulkas terpakai dan nggak jadi food waste. Soalnya aku masih bergumul sekali soal food waste ini. Suka nyesel kalau beli makanan kebanyakan dan akhirnya kebuang T_T

      Delete
  10. Aku nggak kemakan sih Ci, tapi lebih ke bingung antara tetep jalan di metode Konmari atau menjadi estetik walaupun benda-benda yang nanti dipunya nggak diperluin-diperluin amat wkwkwkwkwkwk. Sempet bingung beberapa minggu, tapi kemudian memutuskan untuk stay di Konmari method hahahaha. Biarlah nggak estetik yang penting benda-benda yang aku punya itu ada gunanya semua, nggak nimbun "sampah" dari barang estetik yang nggak pernah dipakai. xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. YO GO GURLLL 🤣

      Metode Konmari sendiri juga nggak menerapkan beli barang-barang baru untuk beberes kan, yaa, Ndah. Malah pas aku nonton serialnya di Netflix, beliau menyarankan menggunakan kotak-kotak bekas untuk rapih-rapih laci pantry. Aku juga menerapkan metode Konmari dalam beberes lemari baju, sih. Dan konsep "sparks joy"-nya itu juga cukup mengena di hatiku hahahahaha

      Delete
  11. Mba Janeee, yaampun ini menggambarkan suara hati banyak orang bangeet. Aku jadi inget dulu pas awal2 beli rumah, follow semua tntng shabby chick saking aku sukanya dg rumah bertema american style kayak gitu. Tp ternyata kenyaataan tidak seindah feed ig. Warna putih itu cepet kotor, harganya juga ga ramah kalau mau bener2 ngikutin setema semua, belum lg rumah yg ga bisa rapi krna selalu rusuh sama mainan anak2 (dan memang aku dasarnya males beberes juga sih. hahaha)

    Makin ke sini juga aku makin sadar kalau ngejar yang kayak gitu ga akan ada habisnya. Salah satunya, waktu baca buku minimalis Fumio Sasaki, yg bikin aku berhenti mengejar tren. Mobil, hp, udah bertahun2 ga ganti. Bahkan sampe dikomenin temen. Masa hp nya masih itu, masa mobilnya itu, hahaha.. Dulu mungkin aku bakal sebel n langsng gerah. Tp skrng aku malah ngerasa kasian liat mereka yg menilai benda dari sisi tampilannya aja. Sedangkan aku pelan2 udah mulai masuk ke tahap: selama masih berfungsi dan bisa digunakan dg baik, kenapa harus ganti? Hheehhe..

    Wuaa, maaf jadi panjang komennya. Postingan ini bikin ketriger banget soalnya. Dan aku yakin juga banyak yg ikut merasakan kaya gini, betapa dunia orang2 di instagram selalu terlihat sempurna... dan mau ga mau jd membandingkan sama diri sendiri :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha aku hanya membagikan dan menambahkan apa yang Kak Icha sharing sebelumnya. Gatelll pengen komentar tapi kok terbatas, akhirnya ditumpahkan saja di blog hahahaha.

      Kalau soal gadget, aku juga memegang prinsip serupa, Mbaa. Makanya pas beli pertama harus yakinnn bakal dipakai minimal 4-5 tahun. Soalnya smartphone zaman sekarang tiap tahun pasti ada yang baru, kalau nggak ganti dalam jangka waktu tersebut juga nggak bisa yaa karena udah ketinggalan sistem barunya 😂

      Nah itu diaa. Dipikir-pikir kita yang masih punya anak balita itu punya rumah rapi kayaknya harus diurungkan dulu, ya, Mbaa. Baru diberesin nggak semenit berantakan lagi. Daripada marah-marah terus kayaknya memang harus legowo rumah sementara berantakan aja. Messy can wait, masa kecil anak-anak kan sementara *mendadak mellow* 😂

      Delete
  12. Ini kebetulan banget nggak sih. Aktivitas minggu terakhir ku ya lagi aktif beberes rumah. Duhh ya, ngeliat video Home Decor, Home bla bla bla di Tiktok dan media sosial lain asli bikin mupeng banget si.. 😅 punya kotak2 khusus, tempat bumbu khusus dan rekomendasi lainnya bikin kepengen ikutan..

    Apalagi semenjak Rumah yg ngurus jadi aku sendiri. Wahh makin jadi.. Biasanya peraturan Barang harus berada di tempatnya itu cuma berlaku dikamar. Sedangkan di ruangan lainnya agak kurang maksimal karena aku lebih banyak ngabisin waktu dikamar saat itu. Tapi sekrang kan keadaannya udah beda.. Makanya kemarin lagi senang buat ngerapihin ini itu biar lebih terorganize aja.. dan aku setuju banget soal "Ambil baiknya aja. Nggak usah ngebet harus sama selama kita enjoy buat ngelakuinnya" Jadi, aku cuma ngelakuin pakai caranya Aku.. rapih dan bersih.. 😆😁

    Btw terimakasih ya Mba buat Tulisannya 😊

    ReplyDelete
  13. Rata2 apartemen orang Korea atau literally orang yang tinggal di luar negeri itu biasanya rental, dan kalau ga bersih atau dinding2 pada kotor ada lubang paku aja, bisa2 kena denda pas mau keluar dari apartemen itu, jadi make sense kl mereka selalu bersih. Kl kontrakkan di Indonesia boro2 kan, ada jg kasihan ama yg punya propertinya karena pasti kl yg sewa itu pindah ninggalin dinding2 kotor dan paku sana sini hihih

    ReplyDelete
  14. OMAGAH OMAGAH i can relate, Kak! 😆😁

    Gara-gara lagi galau dan gamang, jadi suka banget ngeliatin akun youtube dan instagram mamak-mamak koriya yang super duper rapih, serba putih, nan estetik. Sempet banget hampir beli food container yang seragam biar kulkas cakep, udah masukin ke cart dan dapet izin suami. Kemudian gagal karena mikir lagi, udah buanyak banget punya food container (walaupun ga seragam) dan kalo beli lagi pasti menuh-menuhin rumah aja hahahaha. :_)

    Yah, ujung-ujungnya memang tetep mesti 'aware' dan mawas diri, biarlah aku jd penonton aja, yang cukup happy sekali ngeliatin mamak koriya nan rapih. Hihi. *kok jadi curhat, ya? 😅

    ReplyDelete