Worthy Monday #12: Why I Should Stop Multitasking

Tuesday, August 18, 2020

Suatu hari, aku menulis sebuah komentar di salah satu video Gita Savitri yang berjudul Multitasking adalah MitosHence, postingan hari ini terinspirasi dari video tersebut. Karena aku menyadari sudah menekuni multitasking sejak anak pertama lahir, and honestly I'm not proud of this habit. 

Btw, komentar yang kutulis adalah berikut ini: 

"As a mom with a toddler, multitasking itu udah seperti auto mode ketika beraktifitas. Contoh paling sering, adalah di pagi hari di saat harus menyiapkan sarapan, at the same time harus menyiapkan bekal sekolah anak, sambilan bikin kopi juga untuk diri sendiri (supaya melek). Nggak sekali dua kali multitasking kayak gini bikin ceroboh; susu buat kopi meluap di atas kompor di saat ingin flip telor ceplok yang lagi digoreng, atau minyak buat masak di atas panci mendadak gosong karena nyambi potong daging. 

Hal lainnya seperti nonton video Youtube sambil scrolling kolom komentar juga habit yang buruk menurut gue. Ini aja nahan banget untuk nonton sampai selesai dulu, baru deh ninggalin komentar."

Menurut masyarakat umum, ibu-ibu super itu harusnya bisa multitasking. Meanwhile, aku baca komentar sendiri di atas rasanya ngos-ngosan. Ampunnn deh, kenapa, sih, jadi orang rempong banget. Ini masih perkara dapur. Belum hal lain seperti ketika bekerja di komputer. Niatnya buka Chrome untuk edit blogpost, tab yang dibuka banyak banget. Ya buka Spotify untuk dengar lagu, buka beberapa blog teman sekalian blogwalking, cek email, buka Whatsapp web juga, kadang-kadang nyambi nonton video Youtube. Pokoknya clutter banget deh browser aku ketika kerja. Padahal tujuan awalnya cuma satu: nulis blogpost


Kenapa, sih, kita senang multitasking


Pada dasarnya, manusia itu cepat bosan dan suka mendapat stimulasi. Nggak bayi aja yaa, bunda, yang butuh stimulasi, orang dewasa pun demikian. Alasan klasik lainnya, kebanyakan orang multitasking adalah karena efisiensi waktu. Kalau bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan, kenapa nggak? 

Siapa di sini yang sering sambil nonton Youtube, sambil scrolling kolom komentar? Ini sering terjadi kalau aku sedang nonton video yang isinya cuma ngomong aja. Entah kenapa kok bosen aja gitu cuma ngeliatin videonya, kan yang penting dengar suaranya. Rasanya pengen nyambi melakukan hal lain, tapi aplikasi Youtube nggak bisa pop-up frame seperti dengar podcast di Spotify. Kecuali kalau nontonnya di laptop. Gara-gara nyambi ini itu, nggak jarang juga aku harus rewind video beberapa kali karena kelewat poin pentingnya karena keasikan baca komentar. Video yang harusnya selesai dalam 15 menit, bisa 20 menit karena kebiasaan ini. 

Tapi apa iyaa, ketika semuanya itu dilakukan bersamaan, waktu kita jadi lebih ringkes dan semuanya bisa selesai tepat waktu? 


Nyatanya tidak, sob. *lah kayak iklan apa ya ini* 

Seperti yang kubilang, nggak sekali dua kali aku mengalami panci gosong ketika nyambi melakukan hal lain meski masih di dapur yang sama. Bukannya cepat, aku malah harus mencuci ulang panci gosong tersebut, nuang minyak lagi, dan nyemplungin makanan yang akan digoreng. Demikian juga dengan susu yang meluap, bukan cuma cangkirnya aja yang harus dicuci, kompornya yang belepotan susu harus dilap juga. Harusnya cepet, malah ribet. 

Begitu juga dengan urusan di komputer. Blogpost yang harusnya kelar dalam satu jam, molor jadi dua bahkan mungkin dilanjut keeseokan harinya, karena keasikan blogwalking, nggak sengaja nemu video bagus di Youtube dan sebagainya. Apalagi kalau split screen-nya sambil nonton drakor. Yaudah deh, kelarrrr... kelar dramanya, blogpost-nya kagak ๐Ÿ˜‚

Nggak jarang juga, multitasking bikin aku cepat stres dan otaknya terasa panas. Ibarat kartun, di atas kepalaku kayak ada asep-asep mengepulnya gitu lho. 

Jadi, seharusnya kita multitasking atau tidak? 


Multitasking itu memang nggak disarankan, karena sebenarnya manusia nggak didesain untuk mengerjakan berbagai banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Otak kita akan cepat lelah jika dipaksa melakukan banyak hal dalam satu waktu. Menurut sebuah penelitian dari University of California San Fransisco, multitasking membawa efek negatif negatif untuk memori jangka pendek, alias bikin kita cepat lupa. Oh pantess... gue sering lupa naroh hape di mana, padahal lagi diketekin ๐Ÿ™„Bahkan, Arianna Huffington aja mengatakan multitasking ini salah satu penyebab kemunduruan masyarakat mondern. Ngeri, ya! 

So, instead of multitasking, aku mulai mencoba untuk melakukan kebalikannya, yaitu unitasking (doing a single task at a time). 

I know, I know. Mungkin aku bisa mendengar suara emak-emak berkata, "Mana bisaaaaa. Kerjaan numpuk dong!". Maka dari itu, aku coba membagikan tips-tips mudah supaya bisa membiasakan diri dalam unitasking

  • Bikin to-do list maksimum 3-4 kegiatan yang harus dilakukan hari itu. Dari sekian banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam sehari, pasti ada dong yang paling diprioritaskan. Nah, itu bisa dimasukkin ke daftar to-do ini. 
  • Time blocking atau menyusun jadwal spesifik setiap harinya. Misalnya, pukul 7 masak dan sarapan, pukul 7.30-8.30 HBL anak (nah, biasanya aku nyambi nih di sini, sekarang coba ingin fokus aja nemenin Josh HBL biar anaknya juga nggak ke-distract dengan emaknya sendiri), pukul 9.00 screen time anak, dan seterusnya. Dengan membuat jadwal spesifik ini, kita bisa mencoba untuk mendisiplinkan diri melakukan hal sesuai jamnya. Kalau misal jam tersebut waktunya beberes, ya pakailah untuk beberes, jangan sambilan yang lain.  
  • Matikan notifikasi hape atau jauhkan dari jangkauan saat bekerja. Hape itu distraksi paling besar, iya nggak, sih? Niatnya cuma pengen bayar tagihan lewat e-commerce, eh malah browsing belanjaan selama satu jam lebih. Kalau sedang ingin fokus, jangan letakkan hape dekat-dekat area kerja. Sekian lama punya hape, aku baru tau ada fitur "do not distrub" yang bisa dipakai. Kalau mau ekstrim, ya matikan saja hapenya. 

Selain meningkatkan produktifitas dan fokus, unitasking membantu kita lebih rileks dan nggak parnoan. Sebagai ibuk-ibuk yang mudah anxious, multitasking bisa aja memperburuk keadaan. Nggak jarang ketika sedang kerja serabutan, aku jadi gampang marah-marah, anak dan suami kena imbas dan sebagainya. 

Gapapa kalau nggak bisa multitasking bukan berarti ibu lemah. Justru ibu super itu yang bisa menyelesaikan tugas dengan baik and feeling happy ๐Ÿค—

***
Demikian untuk edisi Worthy Monday kali ini. Sengaja naik tayangnya hari Selasa, soalnya kemarin bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, kok kayaknya nggak matching aja nge-post tulisan ini๐Ÿ˜‚

Teman-teman sendiri bagaimana, #TimMultitasking atau #TimUnitasking? ๐Ÿ˜Š

Worthy Monday adalah sebuah konten yang diterbitkan setiap hari Senin, berisikan tentang pengalaman dan tips dari seorang ibu rumah tangga (a.k.a me) yang berusaha untuk produktif setiap hari. If you have any suggestions or ideas for this topic, don't be shy to share with me in the comment section below! 

30 comments:

  1. Wah saya pikir multitasking itu bisa membuat skill kita nambah, tapi justru bikin stres dan lelah. Saya juga kadang melakukan banyak kegiatan, di laptop ngurus tampilan blog (ngoding), di hp ngurus konten yang akan diterbitkan di blog. Dan memang efeknya kadang bisa jadi lupa sesuatu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin ini yang sering terjadi dengan saya pribadi sih. Seringnya ketika saya memaksakan diri untuk multitasking, ujung-ujungnya cepat burn out dan ya itu lupa sesuatu ๐Ÿ˜…

      Delete
  2. Aku baru-baru ini juga dengar kata-kata seperti yang ci Jane bilang bahwa otak kita sebenarnya tidak didesain untuk multitasking. Dan, waktu aku dengar, aku malah kaget karena doktrin selama ini mengatakan bahwa multitasking itu baik, harus bisa multitasking, tapi ternyata multitasking itu malah membuat otak kita bekerja jadi lebih keras dari kapasitasnya ya. Pukpuk otak orang-orang yang multitasking ๐Ÿ˜‚

    Tapi kalau nonton youtube sambil scroll kolom komentar itu juga salah satu kebiasaan aku, kalau lagi nonton video yang kebanyakan ngomong, habisnya bosan ๐Ÿ˜‚

    Atau kadang lagi masak mie, terus sambil nunggu mie matang, aku cuci piring dulu kalau ada cucian atau kerjain yang lain dulu. Apakah ini termasuk multitasking? ๐Ÿคฃ

    Selama ini, aku malah mikirnya diriku nggak multitasking sih, ci. Karena kalau lagi ngetik chat sambil diajak ngomong, pasti nggak konsen. Entah yang diomong jadi keketik dichat, atau apa yang lagi mau diketik malah jadi diucapkan ๐Ÿคฃ

    Btw, aku jadi ingin menerapkan untuk lebih fokus lagi waktu mengerjakan sesuatu. Khususnya saat lagi nonton youtube, berusaha fokus dengerin dulu sama selesai, baru baca kolom komentar ๐Ÿคญ
    Semoga kita bisa lebih fokus dalam mengerjakan apapun ya ci ๐Ÿ’ช๐Ÿป

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut apa yang aku baca tentang multitasking memang dikatakan otak manusia nggak didesain untuk melakukan banyak hal sekaligus. Jadi itu kenapa aku cepet lelah kalo multitasking ๐Ÿ˜‚

      Nahh kalo yang Lia bilang itu namanya task switching, berpindah kegiatan gitu sembari menunggu si mie matang hahaha

      Kalo soal ngetik chat itu DUH GUE BANGET ZZZZ. Maunya chat apa diajak ngomong apa yang dichat jadi omongan itu. Untung belom di-send hahahaha

      Iyaa, aku mencoba menyampaikan soal fokus dan meningkatkan produktifitas kerja itu sih, khususnya untuk ibuk-ibuk rumahan kayak aku. Karena dengan doing a single thing at a time kita bisa lebih rileks dan nggak perlu mengalami banyak 'error' saat beraktifitas ๐Ÿ˜Š

      Semangat yaa, Lia! ❤️

      Delete
  3. Multitasking sudah mulai aku tinggalkan, Walaupun belum bisa sepenuhnya. Terutama masih sering terdistraksi dengan handphone. Mulai mengurangi aktivitas dengan sosial media. Seperti menutup sementara akun IG. Ternyata sangat memberikan pengaruh. Secara psikologis, mulai kehilangan keinginan untuk membuka IG. Rasanya seperti tidak memiliki akun IG. Padahal tinggal pencet tombol login saja.
    Rasanya menyenangkan bisa mengurangi aktivitas IG :D

    kalau sedang mengerjakan sesuatu masih sering sambil mendengarkan musik :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo mengerjakan sesuatu sambil mendengarkan musik itu juga saya banget, Mas Rivai. Tapi biasanya kalo sedang menulis, musik yang diputar hanya instrumen saja. Karena kalau berlirik, sudah pasti buyar ๐Ÿ˜…

      Belakangan ini saya juga agak menjauh dari IG. Nggak disengaja padahal. Belum sampai logout juga sih, tapi kayak mulai bosan dengan aktifitas scrolling sampai lupa waktu di dalamnya. So I think this is a good.. thing? Hahaha

      Delete
  4. Saya yang belum jadi ibu rumah tangga aja, sok-sok an multitasking๐Ÿ˜‚
    Jadi kalau lagi main hape, pengen sambil makan dimana maen hapenya itu nonton film yang ada terjemahannya. jadi seringkali bingung mau lihat terjemahan atau mau nyuap makanan ke mulut. Kadang salah yang disuap malah nasi sama sambel doang๐Ÿ˜‚
    Atau seperti mbak jane juga yang kalau buka laptop, atau hape yang dibuka banyak banget. Mau blogwalking, mau lihat youtube, lihat facebook. Dan benar bukannya kelar saya malah seringnya molor di kasur. Dan nggak selesai-selesai.
    Saya akui saya nggak bisa banget multitasking.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebetulnya multitasking bisa dilakukan siapa saja, banyak temanku khususnya yang kantoran juga hobi multitask hihi Karena kebetulan aku udah emak-emak jadi mengambil dari sudut pandang ini :D

      Yang Mba Astria alami itu juga sering kejadian denganku. Intinya kalo udah harus mengerjakan lebih dari dua hal sekaligus, udah deh konslet akunya ๐Ÿ˜‚

      Delete
  5. Sama kayak komputer yah Mba Jane, kebanyakan sistem dan aplikasi yang dipake bisa bikin ngehang ato malah bikin crash. Apalagi ini otak kita, saking banyaknya yang dikerjain dan harus mengingat banyak hal dalam satu waktu, kabel-kabel memori pikiran bisa-bisa korslet karena dipaksa kerja keras kayak romusha ya Mba ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜…

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huahahaha udah lama aku nggak dengar istilah romusha, Mba Rini ๐Ÿ˜‚ tapi betul yang Mba katakan, sistem kerja otak kita pasti ada kapasitas maksimumnya. Kalau udah lewat batas, yaudin deh siap-siap error alias butuh break dulu ๐Ÿ™ˆ

      Delete
  6. Setuju banget Jane, multitasking itu bikin stress dan malah berkali-kali lebih capek udahnya. Dulu pernah ada yang ngajarin kalau kita harus bisa memanfaatkan waktu, bahkan sambil nunggu ngeprint aja bisa sambil ngerjain yang lain, gila sih kalo dipraktekin kayak gitu kesannya malah jadi kayak dikejar-kejar ini-itu. Jadi berusaha aja lebih santai tapi kerjaan yaa sebisa mungkin diselesaikan tepat waktu.

    Tips-nya bagus banget Janee, terutama yang terakhir haha karena walaupun notifikasi udah ga ada suaranya pun tetep aja kelipannya mendistraksi :D

    Thank you sharingnya Jane :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau misalnya lagi nunggu antrean di bank atau rumah sakit, sambilan ini itu mungkin gapapa kali yaa, soalnya sekalian isi waktu dan mengusir kebosanan. Tapi yang sulit itu kalau sedang fokus mengerjakan suatu hal, tiba-tiba harus diburuin mengerjakan yang lain, aku bisa 'naik' sih ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

      Sama-sama, Eya! Thank you juga udah baca yaa (:

      Delete
  7. Pada dasarnya sih, manusia itu fleksibel. Entah sih apa bener manusia tidak didesain untuk multitasking atau monotasking, soalnya saya bukan pencipta manusia. Jadi, tidak bisa mengkonfirmasi kebenaran klaim ini.

    Cuma, melihat kenyataan yang ada, dan fakta di lapangan, multitasking atau monotasking adalah pilihan. Pekerjaan sehari-hari, bukan cuma ibu rumahtangga terkadang menghadirkan pilihan itu. Mau fokus pada satu titik atau mau melakukan beberapa tugas berbarengan. Masing masing ada konsekuensi logisnya

    Seringkali juga keadaan yang menuntut dilakukannya multi tasking. Seperti saya sedang mengerjakan laporan dan dikejar bos, kemudian ada telpon customer, mau tidak mau keduanya terkadang harus dikerjakan sekaligus.

    Jadi, sisi pandangnya seharusnya bukan mana yang lebih baik atau lebih buruk, tetapi mana yang cocok untuk diri kita (dalam artian karakter, kondisi, situasi, dan lainnya). Juga tidak berarti harus selalu multitasking kalau keadaan tidak menuntut begitu. Tidak berarti juga harus monotasking di kala kebutuhan multitasking menuntut.

    Karakter tiap orang berbeda.

    Ada yang bisa membagi perhatian dan menyelesaikan beberapa tugas sekaligus dalam satu waktu dengan baik, ada yang hanya bisa satu tugas dalam satu waktu.

    Masing-masing harus melihat dulu batasan yang ada dalam dirinya, yang manapun, tidak pernah ada keharusan harus melakukan yang mana. Cuma biasanya karena blogger dan penulis butuh mendramatisasi seseuatu supaya menarik perhatian, dia harus memilih salah satu.

    Bagi saya sendiri, saat memungkinkan harus monotasking, ya nikmati, harus mengerjakan dua tiga tugas sekaligus, ya kerjakan juga.

    Bagi saya, manusia itu diciptakan untuk "berpikir" dan "menyesuaikan diri". Semua perangkat dalam diri kita sebagai manusia memang disiapkan untuk itu.

    Termasuk dalam menentukan antara dua pilihan ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, it's not always that bad but it's not always that good also. Saat menulis ini saya sempat baca beberapa artikel, otak manusia pada dasarnya memang hanya bisa berfokus pada satu kegiatan yang membutuhkan proses kognitif. Saat multitasking, sebetulnya kita sedang task switching (dijelaskan juga di video Gita Savitri di atas), alias berpindah-pindah atensi atau kegiatan lainnya. Ini lah yang menyebabkan penurunan fokus dan produktifitas kita.

      Dan tentunya saya setuju dengan Mas Anton, semua kembali kepada masing-masing individu, bagaimana menemukan kenyamanan saat berkegiatan. Saya di sini mencoba menekankan dari sisi seorang ibu rumah tangga yang anxious dan multitasking bukan suatu yang baik untuk kesehatan mental dan otak kita ๐Ÿ˜Š

      Delete
  8. Mau komen "aku nonton videonya Gita soal ini Mbak", eh udah disebutin diawal. Wkaakakaka...

    Multitasking emang nggak baik, karena nyatanya hasil kerja kita g tokcer. Keadaan ini juga bisa disebabkan kinerja otak. Aku pernah baca, otak perempuan itu didesain seperti kabel yang ruwet. Beda dengan laki-laki yang otaknya lebih didesain seperti kotak-kotak terpisah. Maka dari itu tingkat fokusnya berbeda, perempuan cenderung melakukan lebih dari 1 hal dalam 1 waktu, sedangkan laki-laki, mereka lebih fokus pada 1 hal saja. Dengan tips yang Mbak Jane tulis, ini bakal membantu tingkat fokus kita (terutama perempuan).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huahahaha nonton videonya udah lama, eh tetiba pengen nulis topik yang sama di sini ๐Ÿ™ˆ

      Nahhh, uniknya multitasking ini biasanya dikuasai oleh kebanyakan kaum perempuan, ya. Soalnya aku jarang banget nemu cowok bisa multitask, suamiku aja disuruh kerja serabutan udah ngoceh duluan ๐Ÿ˜‚ Mungkin memang multitask bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu, tapi kayaknya nggak untuk aku ๐Ÿ™ˆ Thus, I share some of those tips siapa tau bisa meningkatkan produktifitas kita saat bekerja ya (:

      Delete
  9. Pernah baca juga multitasking ini ternyata emang malah sebetulnya memperlambat kita. Ibarat mesin, kebanyakan ‘dipake’ malah jadi lemot hahaha.

    Kebetulan saran Mba Jane yang pertama sudah sebulan ini aku praktekkin (thanks to Mbak yg udah pulang kampung). Malam aku tulis besok mau ngerjain apa aja dan masak apa aja, terus pas Ammar tidur aku centang yang sudah kukerjakan. Abis itu ikutan tidur deh. Mamak happy, anaknya juga (semoga) happy hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah good to hear, Mba Ayu! Sejak HBL diberlakukan, mau nggak mau aku juga harus menyusun ulang jadwal sehari-hari di rumah. Kalau untuk masak, jujur aku masih belum bisa bikin jadwal mau masak apa keesokan harinya, masih suka nengok kulkas ada apa, ya masak apa ๐Ÿ˜‚

      Aminnnn. Mommy happy, everyone's happy yaa ๐Ÿ˜

      Delete
  10. aku tentu saja unitasking hahahaha, nggak bisa multitasking kayak nonton video sambil skrol komen gitu aduh bisa dipastikan aku nggak nangkep isi videonya apa.
    terus kalau misal sehari itu aku harus bikin tulisan blog, yaudah sehari itu aku nggak balesin chat sampai postinganku selesai, nggak nonton film, dan nggak baca buku. fokus pokoknya.
    nah sama nih kalo lagi nonton satu film gitu langsung bikin reviewnya right after nonton, takut lupa dan tentunya biar kepala rasanya nggak penuh, kalau kepala penuh malamnya susah tidur wkwk, kalo ga sempat nulis aku rekam pendapatku di recorder biar nggak berat di kepala.
    apa lagi ya hmmm...intinya kalo multitasking malah bikin aku pusing dan bingung sendiri wkwk, mending satu selesai baru mulai satu lagi dan itu aku merasa puas dan produktif malah hahahaha.
    kalau sambil dengerin musik sambil kerja gitu bisa sih, tapi kalo sambil nulis blog gabisa, feelnya ilang nanti hwhw.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nahhh kalo kepengen review film itu PRnya agak tricky yaa. Aku malah kayak suka langsung nyatet di memo gitu lhoo tiap kali denger ada kata-kata apa yang penting dicatat, soalnya dijamin selesai nonton banyakan lupa ๐Ÿ˜‚ record suara sendiri juga pernah kulakukan sekali-kali, khususnya kalo lagi di perjalanan nggak bisa catet, aku ngomong deh di hape. Ini mayan membantu juga ya ternyata (:

      Delete
  11. Setuju banget sama cici yg bilang buka chrome untuk nulis di blogspot berakhir buka banyak tab sampe dempet-dempet ๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ

    Pernah laptop aku sampe nge hang saking banyaknya tab yg di buka kali yaa. Belum lagi youtube buat dengerin musik.

    Aku kira multitasking itu bagus loh, ternyata malah sebaliknya yaa. Pantas kalo lagi multitasking kok malah cepat lelah. Mungkin otaknya ngerasa ini bukan cara yg benar nih.

    Makasih ciii tips nyaaaa. Cobaa aku terapkan dehh ๐Ÿ˜Š

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahahaha yaaa kann, tab Chrome jadi kepenuhan dan ujung-ujungnya overwhelmed ๐Ÿ˜‚

      Mungkin multitasking bagus dan cocok untuk sebagian orang, jadi bisa aja efeknya berbeda ๐Ÿ˜Š Kebetulan aku memang nggak bisa karena pada dasarnya suka panikan sendiri. Mentok hanya bisa melakukan 2 hal sekaligus, lebih dari itu yaudah deh ๐Ÿ™ˆ

      Sama-sama Devina! Semoga membantu yaaa (:

      Delete
  12. Saya nggak bisa multitasking mba, sebetulnya nggak semua multitasking buruk, karena kembali lagi pada skill dan pilihan. Dan saya termasuk yang berharap bisa multitasking, however kenyataannya saya nggak bisa. Contoh kecil sedang menonton drama, terus si kesayangan mau bicara, pasti saya stop dulu dramanya. Karena kalau dilakukan berbarengan, dijamin dua-duanya nggak masuk ke otak baik itu cerita dramanya dan omongan si kesayangan ๐Ÿ˜‚ dan saya kalau mau masak, harus banget berdiri di depan kompornya, nggak pegang hape, karena kalau nggak begitu, bisa runyam deh entah gosong, entah bocor dan lain sebagainya.

    Terus kenapa saya berharap bisa multitasking karena saya merasa kadang butuh untuk itu. Nggak bisa dipungkiri keahlian multitask dibutuhkan pada saat tertentu meski katanya otak kita nggak di desain demikian, hihi, however kalau bisa why not kan ๐Ÿ™ˆ cuma sayangnya, seperti yang mba Jane bilang, dibanyak kesempatan, kita yang nggak jago multitask ini lebih sering fail daripada sakseisnya. Jadi mungkin benar adanya kalau kita better unitask daripada menyusahkan diri sendiri karena niatan kita untuk multitask ๐Ÿ˜‚ terus terus... saya pernah coba open banyak tab untuk blogwalk saat menulis post, jadi saya open semua blog yang belum saya baca sampai tab-nya ada 30an tapi saya ended up nggak bisa selang seling baca ๐Ÿ˜‚ jadi biasanya saya selesaikan post saya dulu, publish, edit-edit yang diperlukan, baru accept komentar, balas-balas, kemudian blogwalk ๐Ÿคฃ rudet, yah hahahahahaha.

    Nevertheless, mau jadi team mana saja it's okay, tapi akan jauh lebih baik kalau kita fleksibel seperti yang mas Anton bilang. Dengan fleksibel kita bisa unitask atau multitask saat dibutuhkan, asal tau kapasitas kita dalam melakukannya ๐Ÿ˜ semangat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali, Mba Enoo. Sebetulnya memang nggak semua buruk dan nggak semuanya baik juga. Yang namanya berlebihan pasti nggak baik yaa, dan itu berlaku saat aku mencoba untuk multitasking ๐Ÿ™ˆ Jujur aku juga sama sih kayak Mba Eno, inginnya bisa melakukan banyak hal di waktu bersamaan. Secara ibuk-ibuk rempong kan yaa, kalo bisa sih semua dikerjain. Tapi alhasil bukannya cepet, malah tambah lelet ๐Ÿ˜‚

      Soal nulis blogpost sambil blogwalking itu seringkali kejadian sama aku huahaha bingung antara pengen nulis, sambilan balas komentar, sambilan baca blog teman *banyak mauuu* ๐Ÿ™ˆ akhirnya ya harus pilih salah satu dulu yang mana ingin dilakukan duluan, baru setelah itu gantian melakukan yang lain hihi

      Yesss, sama-sama semangat yaa kita! ๐Ÿค—

      Delete
  13. Ngomong-ngomong soal multitasking, aku pernah nonton acara variety show Jepang yang mengundang tiga orang perempuan lulusan UT (University of Tokyo, kampus paling prestisius di Jepang), mereka bertiga diwawancara mengenai serba-serbi jadi perempuan lulusan UT. Apakah bener susah dapet jodoh, etc (yah, yang begini-begini sama aja lah di mana-mana T_T).

    Nah, yang kuingat sampe sekarang, ada satu mbak yang di rumahnya punya tiga TV. Tiap pagi sebelum berangkat kerja, dia akan menyalakan ketiga TV-nya dengan siaran yang berbeda-beda. Ada berita, siaran berbahasa Inggris, sama satu lagi siaran berbahasa lainnya. Tujuannya agar bisa menyerap tiga informasi sekaligus dalam satu waktu. Sungguh multitasking sekali! :))

    Sayangnya ga dikasi lihat hasilnya. Padahal penasaran juga, yang dia lakukan itu beneran efektif ga ya... ^_^"

    ReplyDelete
    Replies
    1. SERIUS? ๐Ÿ˜ฑ

      Wowww sayang sekali nggak dikasih tau hasilnya yaa. Tapi sepertinya si Mbak itu pasti sudah terlatih sekali untuk bisa menyerap tiga informasi (dengan bahasa yang berbeda pulak) dalam satu waktu. Mungkin otaknya udah encer kali yaa ๐Ÿ˜‚ Penasaran pengen nanya Mbaknya how to do that ๐Ÿ˜†

      Delete
  14. Sampai sekarang aku masih jadi tim multitasking nih, Mbak Jane. Soalnya aku ngurus rumah sendirian ๐Ÿ˜ญ. Jadi aku biasanya masak, sambil cuci baju, sambil gosok WC, sambil nyapu rumah disaat yang hampir bersamaan. Eh, itu masih belum ada anak. Gak tau ntar kalau sudah ada anak bakal serempong apa lagi aku, Mbak Jane.๐Ÿ˜ญ

    ReplyDelete
  15. Kalau dipikir-pikir, saya kayaknya masuk kategori multitasking. Meski sama seperti yang dikatakan kak Lia, saya juga sering task switching: pas masak indomie, sekalian goreng telur.

    Dulu, pas kecil, karena acara pagi adalah kartun, setiap abis mandi, saya sering multitasking pakai pakaian sekolah sambil nonton ChalkZone, sarapan sambil nonton Scooby Doo.

    Tapi, kalau multitasking malah sering bikin hilang fokus. Makanya, kalau lagi mau nulis, semua disingkirkan dulu. Meski saya juga tau, draf pertama itu jelek. Tapi poin saya, kalau banyak hal yang men-distract saya, kerjaan tidak akan selesai

    ReplyDelete
  16. aku banget multitasking, niat nulis blog, tapi tabnya yang dibuka banyak banget, jadinya malah keasikan blogwalking dan pastinya molor lagi mba :D
    ada aja yang pengen di lakukan di satu waktu itu

    kalau dikantor, memang aku kadang berusaha multitasking, tapi kalau sudah urusan data yang butuh ketelitian, harus unitasking.
    komputer kantor yang suka lelet kadang bikin aku emosi sendiri, sambil nungguin komputer, jadi aku ngerjain cek cek yang lainnya

    ReplyDelete
  17. Sepertinya multitasking jga ga cocok buatku mba. Pernah beberapa kali coba, trutama pas msh ngantor, dan hasilnya pasti ada yg kacau. Yg fatal kalo sdg approve transaksi teller ku, dan sambil nelpon si bos. Aku ga fokus, eh trnyata salah approve . Efeknya bisa panjang Krn takut customer complaint.

    Makanya sebisa mungkin aku slalu bikin things to do di hari itu. Mau ngapain aja, apa yg jd prioritas. Selesaikan semua sesuai list, baru bikin list lain.

    Mungkin itu jg yg bikin aku ga mau kuliah sambil Nyambi kerja :p. Ga tau deh, apa itu termasuk multitasking? Suamiku dulu pas ambil master, dia sekalian kerja. Pagi kerja, sore kuliah. Aku ga mah begitu. Krn aku tau batas diriku sampe mana, dan yakin banget kalo aku lakuin itu, ntah kuliah yg bakal jeblok, ato kerjaan jd keteter :D.

    Jadi multitasking memang ga bisa utk semua orang.dipaksain mungkin jalan, tp hasilnya blm tentu bagus :D.

    ReplyDelete