When Friendship Changes

Saturday, January 9, 2021


Beberapa tahun yang lalu, aku sempat menulis tentang gaya pertemanan setelah menikah, di mana trigger tulisannya sendiri karena habis kangen-kangenan dengan sahabat yang sekian lama nggak kongko bareng. Nggak ada rencana untuk menulis tentang topik ini (lagi), sampai tadi pagi aku menerima sebuah email yang berisi komentar berikut: 

"Aku merasakan hal yg sama. Temanku setelah menikah terus berbeda. Chat pun dia balas seadanya. Tapi kalo jumpa ngobrol pun lumayan lama. Entah aku merasa beda aja dia berubah, aku merasa guilty berasa aku salah padahal sepertinya baik2 saja atau hanya aku yang baperan? Tolong bantu jawab :)) thanks"

Sayangnya komentar tersebut dikirimkan secara anonim, jadi bingung deh manggilnya gimana 😅 tapi melalui komentar kamu, aku merasa sangat familiar dengan situasi yang diceritakan. Izinkan aku nge-pukpuk kamu dulu deh, hihi. 

Kalau boleh aku asumsikan, berarti teman ini lagi di posisi "teman yang ditinggal" oleh sahabatnya yang menikah, kemudian mulai merasakan baper karena komunikasi yang dirasa "ada yang salah". Aku akan coba jawab dengan cerita pengalamanku pribadi, yaaa (: 

Tahun lalu, aku sempat mengalami kejadian berulang tentang rasanya "ditinggal sahabat" sendiri. Entah karena pandemi yang memaksakan diri di rumah terus-terusan (iyeee, terus aje nyalahin pandemi), aku sempat mikir aneh-aneh tentang hubunganku dengan seorang teman dekat. Entah kenapa rasanya ada yang "salah" dengan komunikasi kami berdua. Kali ini trigger-nya cukup konyol, bahkan cenderung childish. Agak malu ceritanya, tapi let's say ini adalah sebuah pelajaran yang layak dibagikan 😝

Jadiii, awalnya aku menemukan fakta bahwa (kemungkinan besar) aku di-hide oleh si teman dekat ini di Instagram. Baru ngeh karena kok rasanya udah lama nggak liat dia post di Instagramstory. Aku merasa hilang kabar dari si teman ini dan entah setan dari mana yang ngomporin pikiranku, I felt offended campur sedih mengetahui hal ini. 

Sebelum ada yang protes, "Yaelah Jane, plis deh. Di-hide doang kok drama banget. Kalau cuma sekadar ingin tau kabar, tinggal chat aja kali." PLISS, NAMANYA JUGA LAGI BAPER 🤣

Tentu aja aku sempat nge-japri si teman. Sayangnya, nggak terlalu direspon. Kalau bukan balesnya lamaaaa bangetbisa sampai keesokan harinya. Atau yang ngenes, cuma centang biru alias di-read aja (': 

Gara-gara ini, aku sampai berpikiran apakah ada kejadian sebelumnya yang nggak kusadari menyinggung hati si teman ini? Apa gue ada salah ngomong? Atau gue yang malah cuekin dia duluan. Aku tahu sebetulnya nggak boleh berasumsi sendiri dan mulai memberikan tuduhan yang nggak berarti ke si teman dekat ini. Not fair for her, karena setiap orang pasti punya alasan. 

Nggak nyaman memendam perasaan galau ini, aku pun curhat ke teman lain (sebut saja dia A) tentang situasi ini, dan dia memberikan tips yang cukup ampuh untuk mengatasi rasa baper campur overthinking ini. Dan cara tersebut adalaaah... journaling! 

Hah? Kok journaling, sih? Let me elaborate *halah* 

Menurut si A, journaling always helps to clear your thoughts. Ibarat kalau lagi decluttering rumah, biasanya kita akan mengeluarkan semuaaaaa barang-barang yang ada di lemari, laci dan sebagainya, kan. Setelah itu baru deh disusun satu per satu, mana yang harus dibuang, mana yang bisa disumbangkan dan sebagainya. Metode yang sama saat kita menulis jurnal, di mana kita menumpahkan semuaaa 'sampah-sampah' yang ada di kepala ke atas kertas. Setelah semuanya dituangkan, baru deh kita bisa melihat lebih jelas, mana yang butuh ditelusuri lebih lanjut, mana yang harus diabaikan alias dibuang. 

Sebagai yang rutin ngejurnal, ini tentu nggak sulit untuk dilakukan. So, I was brutally honest writing how I felt that time. Semua-muanya aku tulis tanpa ada sensor. Toh jurnalku yang baca cuma aku doang. Menulis jurnal ini sangat sangat membantu aku untuk menenangkan pikiran. Sebelum aku terlampau emosi dan ngelabrak orang begitu aja karena asumsiku sendiri, lebih aman dituang semua dulu ke jurnal. 

Setelah semuanya tertulis, emosi nggak semerta-merta hilang begitu saja. Butuh waktu (hampir) sebulan untuk benar-benar meyakinkan diri bahwa apa yang kutulis itu layak disampaikan ke si teman sebagai klarifikasi atau emang akunya lagi emosyenel aja. And after a month has passed, ketika aku baca ulang tulisan tersebut, to be surprised aku nggak lagi merasakan hal yang sama. Ditambah sebelum sebulan berakhir itu, tiba-tiba si teman dekat ini menghubungi aku, kami pun bertukar kabar dan akhirnya janjian untuk ketemuan. Dan saat ketemuan itulah aku baru sadar, dia benar-benar sesibuk itu sampai mengabaikan chats termasuk aku. Sehari dia harus melakukan 15 conference calls (whaaaaat?!), belum lagi ada pekerjaan sampingan yang juga minta diperhatikan lebih. Di situlah kadang saya merasa bodoh dan egois. Kenapa, sih, harus mikirin yang nggak-nggak tanpa tahu kebenarannya lebih dulu? Kenapa nggak bisa memaklumi kalau setiap orang itu punya kesibukan masing-masing

Perkara di-hide itu, jujur aku nggak nanyain ke si teman ini, sih. Tau-tau aku udah bisa lihat Instagramstory dia lagi setelah pertemuan itu bahahaha. Cuma dia dan Tuhan yang tahu 😝

Kembali lagi dengan komentar seorang teman di atas. Aku cuma bisa bilang, apa yang kamu rasakan ke teman dekat kamu itu adalah hal yang sangat sangat normal. Kamu berhak kok ngerasa baper. Apalagi kalau sebelumnya pertemanan kalian memang asik-asik aja. Karena itu juga yang aku rasakan ke si teman dekat ini. Namun, yang harus kita sadari, selain tiap orang punya kesibukan sendiri, people change too. Sebagai yang udah menikah dan berkeluarga, prioritas aku tentu berubah. Mungkin hangout atau sekedar say hi sama teman bukan top priority lagi. Bahkan baru-baru ini aku baru ngobrol lagi dengan seorang teman juga yang baru punya bayi dan dia mengakui bahwa sejak punya anak tuh jadi ansos. Bukannya dia lupa sama teman, tapi karena waktunya udah tersita banyak untuk pekerjaan dan anak. 

Saranku, coba deh menulis jurnal juga untuk menuangkan semua perasaan yang ada. Tunggu selama beberapa waktu, baca ulang tulisan tersebut dan coba jujur dengan perasaan diri sendiri; apakah iya masih baper, apakah perasaan yang tertulis itu masih relevan dan sebagainya. Kalau memang ternyata ada yang harus dibicarakan dengan si teman, ya bicarakan aja. You can say hi first, tanya kabar, pancing-pancing aja dengan pertanyaan "sibuk ya lo sekarang? kangen ngobrol nih." Biasanya, sih, kalimat 'pancingan' tersebut cukup ampuh untuk memulai percakapan. Intinya, kalau memang berteman baik, jangan terlalu posesif dan berharap kalau seseorang itu tetap menjadi orang yang sama seperti dulu. Cukup jadi teman yang baik dan bisa diandalkan ketika dibutuhkan (: 

Demikian yang bisa kusampaikan. Semoga bisa membantu meringankan kegalauan kamu, yaa. Emang nggak mudah untuk menerima kenyataan bahwa seorang teman baik bisa "berubah". Butuh proses sampai akhirnya bisa legowo, oh yaudalah emang tiap orang bisa berubah. Toh aku pun sering berpikir, jangan-jangan banyak teman lama di luar sana yang juga menganggap aku udah berubah. Untuk mencapai di level ini memang butuh waktu, so take your time!

Mungkin teman-teman yang ada di sini ingin menyampaikan sesuatu pada teman yang berkomentar di atas? Siapa tahu ada yang ingin memberikan insight yang berbeda dan bisa membantu teman kita tersebut 😊

33 comments:

  1. Hola mba anonim, perasaan yang mba anonim rasakan itu menurut saya sangat normal 😁 Sebagai orang yang ditinggal banyak sohibul menikah duluan, of course saya pernah ada di posisi yang sama. Merasa kayak berjarak, tapi saya nggak sampai kepikiran yang bagaimana-bagaimana, mungkin karena saya sibuk sama kegiatan saya juga.

    Dan yaah saya tau prioritas mereka sudah berbeda, yang tadinya call saya bisa dua hari sekali, sekarang sebulan sekali hahahahaha 😂 Jadi setelah berusaha menerima kenyataan, saya cuma bilang ke mereka, walau saya bukan top priority lagi, semisal mereka butuh teman cerita, mereka tetap bisa berbagi ke saya 😆

    Lucunya, setelah saya settle sama pasangan saya, ada pula yang merasakan apa yang saya rasakan dulu, mereka merasa saya berjarak dari mereka 🤣 Gara-garanya saya terlalu sibuk sama hidup saya sampai betul-betul sangat amat jarang kontak atau ketemuan. Even keluarga saya sampai komplain, sebegitu berjaraknya memang (selain karena saya pun merantau jadi jauh dari semua) 😁

    Dari situ saya putuskan buat blog, biar yang merasa jauh, penasaran sama kabar saya bisa baca blog saya 🤣 Eh nggak sangka, teman-teman yang menikah duluan dan sudah punya anak jadi ikutan hobi baca blog saya dan update hidup saya bagaimana 😂 Terus jadinya sekarang komunikasi kami berubah, yaitu dengan lempar komentar unpublish atau email-email recehan 😅 Tentu kami tetap dekat, hanya medium dan temponya berubah, jadi lebih flat, dan yang tadinya selalu ingin tau kabar sahabat, berubah jadi, "Selama lu baik-baik saja meski nggak berkabar, then itu yang utama." 🙈

    Sekian curcol saya huehehe, semangat mba anonim, you can do it! 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hola mbak Jane. Selamat tahun baru 2021. Topik yang menarik..

      Hal normal kalau kita mendadak kesepian karena merasa sobat jadi lain karena kehidupan barunya. Kalau mbak Jane solusinya dengan journaling...saya...buka "cabang baru" 😅 maksudnya nyari teman dan genks main lain. Hahaha...

      Biasanya dengan sibuk dengan pertemanan baru saya jadi lupa pikiran yang tidak-tidak. Saya percaya tar kalau sdh lewat masanya akan cari-carian lagi. 😁😄


      Delete
    2. @Mba Eno: kuncinya memang di 'menerima kenyataan' ya, Mbaa 😁 ini dia nih yang butuh waktu, karena memang nggak mudah kalau dihadapkan dengan teman yang tergolong dekat, rasanya pasti kehilangan 🥺 namun yang Mba Eno lakukan dengan para sohibul bisa diikuti juga ya, mediumnya ganti namun keseruannya nggak hilang :D terima kasih banyak Mba Eno sudah berbagi, mudah-mudahan bisa meringankan kegalauan Mba Anon ☺️

      @Mba Phebie: halo Mba Phebie, apa kabaar? :D met tahun baru juga yaa! Semoga Mba sehat selaluu.

      Hahahaha cari cabang baru itu juga tanpa sadar kutemukan saat anak mulai sekolah, Mbaa, alias masuk geng emak-emak sekolahan 😝 meski agak berbeda dengan pertemanan sebelumnya, setidaknya kami satu frekuensi hihi

      Iya betul. Kalau kita bisa menenggelamkan diri pada kesibukan (positif), harapannya masa 'baper-baper' ini akan lewat ya 😁 thank youu Mba Phebie sudah sharing ❤️

      Delete
  2. Dear Anon,
    Aku juga pernah di posisi tsb, bahkan sampai sekarang juga merasakan yang namanya teman berjarak karena mereka telah berkeluarga dll, tapi sekarang aku udah lebih legowo karena banyak baca pengalaman orang lain juga perihal hal ini, jadi aku sadar bahwa hal ini wajar adanya dalam kehidupan.
    So, semangat! Memang butuh waktu yang nggak sebentar untuk proses adaptasi akan hal baru ini, tapi aku yakin kamu bisa melewatinya 😊.

    Cici Jane, thank you so much atas sharingnya 😚.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yess. Kalau kata bujang-bujang kita mah "life goes on" ya Lii 😝 semoga kakak Anon bisa tercerahkan dengan sharing Lia dan manteman lainnya di sini. Dan pastinya Anon nggak sendirian, karena kita semua pernah ada di posisi yang sama (: thank you so much, Lii for sharing ❤️

      Delete
  3. Wuaa Mba Janeee, aku campur aduk rasanya mau komen apaaa 😅 Aku termasuk yg duluan nikah dibanding temen2, trus punya anak, kerjaan dll. Sering lupa bales atau jd lama bls ituu 😭😭 Semoga ga bikin baper orang2. Tp yg luar biasa itu, walau kita jarang2 ketemu, aku setiap bs ketemu sama temen2, kita bs cerita lamaaaaa bgd kayanya ga abis2 sampe ga rela mau udahan. Hiks, aku jd kangen cerita2 n hang out bareng temen2 yg udah ga pernh lg sejak pandemi 😥

    Mba anom, percayalah, walaupun komuniksi berbeda, mereka ttp sayang kamu n seneeeng bgd denger kabar kamuu. Jd jangan lupakaan atau tinggalin temennya yaa 😆😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Thessa, tosss dulu kita! Karena di antara circle pertemananku, aku adalah orang pertama yang nikah duluan juga. Awal-awal aku malah yang ngerasa 'ditinggal' karena dunianya beda, tapi nggak sedikit teman yang ngerasa aku pun berubah karena status dan kepentingan yang juga ikut berubah. Tapi puji syukurnya juga sesi ngumpul tetep seruuu ya, Mbaa hihi jangan mau kalah sama ibuk-ibuk tetangga yang kalau ngumpul lebih heboh dari mamah-mamah muda 🤣

      Terima kasih untuk semangat dan sharingnya ya, Mba Thessa ❤️

      Delete
  4. Dear Anonim.. gue yg cowok juga sering baperan kok...😆😆 malah smpe skrang.. hahaha tapi setelah sering kali ditinggal duluan menikah.. Ya sudah turut senang dan bersyukur karena akhirnya gue bisa jadi saksi bisu perjalanan para sahabat hingga menemukan tambatan hati mereka... 😆 yah memang jadiny agak kesepian karena jarak jadi terasa jauh.. tapi tak apa... coba mengerti bahwa hidup pasca menikah pasti jadi lebih kompleks.

    Dan yah menulis memang ngebantu banget buat diri ini jadi lebih fresh.. kalau saya biasanya tak tambah dengan kegiatan menggambar meskipun yah memang kadang susah kalau si hati udh banyak berspekulasi yang nggak2..

    Tapi tak apa, semua butuh adaptasi...

    Mba Jane terimakasih...😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya jadi teringat tentang tulisan Mas Bayu yang di pantai bareng sahabat dan pasangannya hahahaha terima kasih sudah berbagi cerita, Mas Bayu. Jadi ada sudut pandang dari kaum laki-laki yang 'ditinggal' sahabat menikah itu ternyata rasanya nggak jauh berbeda. Tentu kita harus mendoakan kebahagiaan sahabat kita dengan pasangannya ya, Mas. Dan mungkin dengan aktivitas dan hobi yang dijalani bisa membantu mengalihkan pikiran yang berlebih 😁 semangat ya, Mas Bayu!

      Delete
  5. Komunikasi memang penting ketimbang mengandalkan asumsi. Saya pikir jalan satu-satunya adalah itu, jika tidak ingin terjebak pada perasaan dan pikiran sendiri.

    Saya setuju dengan istilah kak Eno. Mungkin teman kita tidak berubah, hanya prioritasnya saja yang sudah berubah. Sama dengan grup kuliah saya, cuma rame kalo lagi masa-masa kuliah. Kalo libur, kami punya kehidupan masing-masing. Paling hanya satu-dua kali. Atau ada grup pertemanan kecil lain yang terjalin. Itu biasa menurut saya. Saya baru aja memikirkan hal ini persis ketika tadi diperjalanan malam minggu diatas motor. Padahal belum baca tulisan kak Jane. Konteksnya adalah saya yang memikirkan teman-teman masa SMA saya yang punya kehidupan masing-masing, tapi ketika kumpul, mereka tau bagaimana mesti bersikap

    ReplyDelete
    Replies
    1. Komunikasi lebih baik daripada asumsi--> exactly. Makanya saya nggak mau lagi berasumsi (liar) sendiri tentang kehidupan teman-teman saya, kalau kangen lebih baik langsung tanya kabar aja daripada nuduh orang nggak-nggak 😂

      Oh bener juga ya. Waktu kuliah dulu saya dengan teman kelas juga begitu. Serunya kalau memang pas kuliah, begitu libur semuanya sibuk masing-masing. Tapi menurut saya sendiri memang pertemanan harus dijaga dengan baik, apalagi mereka yang patut dipertahankan 😁

      Delete
  6. Aku pernah kayak gitu waktu juga hahahaha merasa ditinggal temen karena pada nikah. Awalnya sedih jujur, terus lama-lama aku cari teman baru lagi yaitu teman-teman seperfandoman yang tentu saja banyak yang lebih muda😂 lama-lama juga sadar kalau manusia itu berubah dan yaudah mau gimana lagi🙂 kita juga berubah tapi mungkin nggak sadar, dan orang lain yang menyadarinya.

    Nemuin hobi baru juga bisa dicoba untuk mengalihkan perhatian dari baper ditinggal teman nikah, dan nulis jurnal itu bener banget Ci aku pun merasakan dampak positif nulis jurnal yang jujur sejujur-jujurnya tanpa sensor. Langsung deh pikiran di otak rasanya terurai, dan setelah ditulis tuh malah lupa pernah sebel apa aja😂 cuma butuh release aja sebenernya ya wkwk, asal nggak di sosmed sih karena pasti banyak yang nyamber dan bisa jadi malah make it worse wkwk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahahaha memang cari teman di dunia perfandoman tidak pernah salah ya XD waktu nemu temen baru yang juga sefandom itu rasanya hepi banget. Kayak apa aja bisa diomongin cuma karena bahas bias wkwkwk warbiasak ya memang 😆

      Duh, gak deh curhat di sosmed ataupun blog. Yang ada bukan release makin jadi-jadi 😂 dan kalau lagi galau memang paling bener nggak usah buka sosmed samsek ya, Ndah 🙈

      Delete
  7. Mba/Mas Anonim, aku pernah merasakan yang sama juga. Sebagai yang sering banget ditinggal nikah duluan sama teman-teman ahaha. Dulu sih suka rada ga rela gitu kalau ada sohib apalagi yang deket banget nikah terus akhirnya harus ikut suaminya pindah dan jauhan sama kita. Tapi untungnya cepat disadarkan kalau kehidupan teman kita bukanlah milik kita, dan tentu aja prioritas dia pasti udah beda sama sebelum menikah dan berkeluarga.

    Dari situlah belajar memahami posisi orang lain. Seperti yang Jane bilang juga, kalau mau nyapa, tinggal sapa, pasti ditanggapin dan bisa jadi obrolan panjang juga karena udah lama ga ngobrol. Kita harus paham situasinya kalau prioritas dia bukan lagi pertemanan, ada keluarganya yang lebih butuh perhatian dia ketimbang kita 😊

    Btw bener banget sih Jane, dengan journaling dan menumpahkan apa yang kita pikirkan tuh membantu banget. Pikiran-pikiran yang ga tersampaikan ke teman itu, bisa kita keluarin aja di jurnal. Udahlah bisa lega atau malah nemuin jawaban yang kita cari. Enggak perlu takut soalnya ya bener, jurnalnya cuma kita sendiri yang baca.

    Tapi setuju juga, komunikasi itu memang penting. Kalau memang ada yang mengganjal dan ingin ditanyakan mungkin memang sebaiknya ditanyakan 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eyaa, makasih banyak sudah berbagi pengalaman pribadi kamu yaa (: tau nggak sih, salah seorang sahabatku juga pernah ngomong seperti yang kamu bilang juga, dia takut aku bakal cuekin dia karena aku nikah dan ngikut suami pindah keluar kota. Aku nggak bisa janji pertemanan kita bakal kayak dulu, tapi setidaknya kalau dia butuh teman ngobrol, aku selalu siap mendengar. Dan bener banget sih. Sekarang kalau emang lagi kangen, tinggal nge chat aja tanya kabar, biasanya sih berlanjut seharian XD

      Soal journaling, memang terbukti ampuh yaa :D karena memang biasa kita butuh pelampiasan aja dan nulis uneg-uneg di jurnal itu paling nyaman karena ocehan kita nggak bakal disahutin balik wkwkwk

      Delete
  8. Hmm... kayaknya temennya mba Jane ga nge-hide, mungkin memang cuma lagi sibuk aja, saking sibuknya jadi ga maenan sosmed, deh... *sotoy*

    Kalau menurutku, sikap dan perilaku orang lain ke kita itu di luar kendali kita. Jadi percuma juga mau dipikirin kenapa-nya. Bisa aja memang dia lagi ada prioritas lain. Sama juga dengan kita yang kadang memprioritaskan hal lain juga.

    Ada satu perkataan yang aku ingat, yang intinya berusaha memberikan udzur (pemakluman) untuk kealpaan/kesalahan seseorang. Jadi kitanya juga bisa lebih tenang dan ga berasumsi jelek. Tentu aja ini buat kesalahan yang bukan tindakan kriminal tapinya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Perkara nge-hide itu aku udah nggak mikirin lagi sih, Mba Hichaa. Walau sebetulnya aku memang di-hide, karena aku bisa memberi bukti *halah* wkwkwkwk tapi yasudalah yaa, namanya kemarin lagi esmosi 🤣

      Nah iya bener. Kita nggak bisa terlalu memikirkan why factor-nya seseorang ya, kecuali kalau memang ingin dibicarakan lebih lanjut. Dan terima kasih sekali, Mbaaa untuk wejangannya <3 I need to hear that as a reminder. Karena aku pun pasti masih bisa melakukan kesalahan yang sama, jadi nggak mau lagi mengulang kesalahan yang sama :D

      Delete
  9. Aku ada ngerasain hal yg sama Jane, tapiiii kebanyakan itu Krn jarak sih, bukan masalah aku udh nikah ato belum. Krn dengan sahabatku yg msh stay di JKT, hubungan kami msh Deket banget, sama seperti di SMU dulu. Aku tipe yg setia Ama sahabat biasanya. Tapi memang kalo udh menyangkut jarak, itu beda cerita.

    Pasti ada rasa canggung, terlebih setelah lamaaaaa ga contact. Daaan diperparah Krn ex sahabatku yg udh jauh ini, berubah. Bangeeet. Katanya sih dia skr udh hijrah, tapi bukan Krn itu sih yg bikin aku ngerasa dia berubah. Cm omongan kami jd ga masuk. Terlebih dia sering nya "ceramah" ttg masalah kerja di bank riba, uang yg aku trima ga halal dll.

    Sedih ga sih kalo Ama org yg kita anggab sahabat tp dijudge begitu :(. Udhlah jarak misahin dan bikin canggung, eh, ditambah tiap kali kontak ngomongnya begitu :(.

    Dan hubungan kami skr ini bukan LG jauh, tapi udh putus malah :D. Aku juga males kali Ama temen begini. Mending ga kontak lagi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Fannyyy, so sorry to hear that ): memang hubungan jarak jauh itu, mau sama pasangan atau sahabat pun sama-sama sulit dan butuh effort lebih. Tapi kalau ujung-ujungnya malah jadi toxic gini, better to end it aja ya hiks

      Aku juga kendalanya di jarak sih, Mba awalnya. Karena sejak kuliah aku udah pergi jauh, ketemuannya setahun sekali kalau aku lagi liburan. Itu pun kadang ketemuannya udah rada-rada canggung kalau sehari-harinya nggak diniatin untuk ngobrol 😂

      Makanya sekarang meski jumlah teman dekat aku udah nggak sebanyak dulu, yang benar-benar dekat itu aku pertahankan sebaik mungkin. Aku nggak mau melakukan kesalahan yang sama seperti cerita di atas dan ujung-ujungnya malah kehilangan sahabat beneran hikss amit2! T_T

      Terima kasih banyak, Mba Fanny udah cerita-cerita. Semoga tali silahturami dengan teman-teman yang sekarang tetap terjaga ya :D

      Delete
  10. Reading this makes me scaryyyy, no offense hehe.

    Tapi baca ini juga bisa jadi ancang2 bagiku *walaupun masih jauh* utk nggak terlalu baper dan berpikir positif aja. Makasi mbak udah mau sharing :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. No need to, Mbaaa hahaha sesungguhnya kami hanya baper sementara aja kebawa pikiran 😂 jadi nggak ada yang perlu ditakuti banget sebetulnya hihi

      Iyaa, mungkin bisa jadi ekspektasi aja nanti ke depannya. Dan betul, selalu berpikir positif dan nggak menuduh yang nggak-nggak *learned my lesson* 😉

      Delete
  11. Saya juga pernah ngerasain gitu mbak. Apa lagi kalau chat saya cuma diread tapi waktu yang bersamaan dia update IGS. Berasa gimana gitu. Tapi dilain waktu saya pernah jga sangking sibuknya itu chat udah dibuka, niat dibalas eh nggak sempat. Mungkin gitu kali ya. Makin kesini no hard feeling aja deh. Yang penting pas ketemu tetap haha hihi bareng.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahahaha aku pun demikian, Mbaa. Tanpa sadar suka lama balas chat bahkan lupa balas juga (padahal udah di read), jadi sebetulnya hanya butuh pengertian dari masing-masing pihak ya.

      Betul, makin ke sininya no hard feeling aja deh, jangan dikit-dikit baperan 😝

      Delete
  12. Terima Kasih sarannya Mbak Janee, pengen coba juga :') soalnya memang sejak pandemi merasakan komunikasi dengan teman-teman dekat makin berubah. Sedih sih tapi setiap orang memang punya prioritasnya sendiri. Aku suka bisikin ke diri sendiri buat nggak egois dan tetap support mereka sebisa aku :'))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama, Mba Taya sudah baca dan ikut berbagi juga yaa (:

      Nah betul, aku juga merasa egois awalnya berpikiran seperti itu. Padahal sejak pandemi ini banyak teman yang sibuk banget dengan WFH-nya dan aku mengabaikan itu 😔 betul, yang penting kita bisa saling support dan ada ketika dibutuhkan. Semangat terus yaa kita ❤️

      Delete
  13. Ribet ternyata yah soal pertemanan. Bisa bikin baper. Hahahaha.Walau saya bingung juga kenapa harus dibawa baper.

    Kalau saya sih saran saja buat mbak Anonim. Make it simple. Pegang saja prinsip

    1. Perpisahan akan selalu terjadi di dunia dan tidak ada pesta yang tidak berakhir. Oleh karena itu selalu terimalah sebuah perpisahan sebagai perpisahan. Sedih memang, tetapi terima dan biarkan masing masing melanjutkan hidup

    2. Manusia berubah setiap waktu. Jangan pernah berpikir bahwa manusia akan selalu sama seperti yang kita mau. Seorang teman dekat bisa berubah menjadi teman jauh karena banyak hal.

    Tidak bisa kita selalu mengharapkan seseorang harus terus berada bersama kita Bahkan, orangtua sendiri sekalipun, pada suatu waktu akan berpisah dengan kita.

    Tidak usah berasumsi macam-macam karena biasanya asumsi dalam hal seperti ini disebabkan karena "harapan" dan "ekspektasi" kita yang tidak terpenuhi.

    Seorang kawan "dekat" tidak menghubungi bisa terjadi karena perubahan dalam kehidupan mereka yang tidak kita ketahui. Bisa juga karena dia sudah menjadi kawan "jauh" dan memiliki dunia baru.

    Maaf Jane.. hahaha ga bisa berkomentar yang membantu karena saya bingung soal hal yang seperti ini. Bingung kenapa yang seperti ini harus dibuat pusing.. Jadi komentarnya malah terkesan seperti ga ada simpati.. wakakakakaka

    Tapi swearrrr... hahaha saya bingung, kenapa masalah teman tidak menghubungi saja bisa bikin baperrr... maaf ya Jane... Maaf seribu maaf..

    Mungkin, beginilah perasaan teman teman dekat saya dulu yah karena saya memang tidak pernah menghubungi. Padahal dulu dekat sekali dengan mereka. Tapi, saya tidak pernah menghubungi mereka dan biasanya mereka yang menghubungi saya.. :-D :-D :-D

    Apalagi setelah menikah, saya memutuskan, tidak ada lagi teman "dekat" lain selain istri saya. Titik tanpa koma. Jadi, ya saya nggak pernah mikirin teman-teman yang dulu saya kenal, tetapi bukan tidak peduli. Kalau memang mereka ingin bertemu, ya kita ketemuan, kalau nggak ya sudah.

    Hahahaha....

    #bener bener komentar tak berperasaan yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahahahaaha nggak perlu minta maaf, Mas Anton, karena saya paham banget untuk sebagian orang masalah seperti ini memang bukan masalah besar. Emang sayanya aja yang melebih-lebihkan makanya kebawa perasaan 🤣 bahkan waktu cerita ke suami aja dia pun merespon sama seperti Mas Anton, apakah memang kaum laki-laki 'sedingin' itu ya 😜

      Yang Mas Anton bilang benar semuanya. Dari awal kita harus punya pemikiran bahwa siapapun bisa berubah, termasuk sahabat kita. Awalnya juga saya nggak rela, masa persahabatan sekian tahun harus berakhir begitu saja. Tapi ya mungkin memang udah nggak bisa seperti dulu, caranya saja berbeda. Toh saat ketemu pun ternyata masih seru-seru aja :D

      Sekali lagi nggak usah nggak enakan gitu, Mas Anton wkwkwk saya malah nunggu-nunggu banget nih komentar Mas Anton yang seperti ini 🙈 terima kasih banyak yaa sudah meluangkan waktu untuk berbagi wejangan, semoga Kak Anon bisa tercerahkan XD

      Delete
  14. Aku boleh jujur disini gak? Aku sempet ngehide beberapa teman yang cukup dekat di instagram wkwk. Ini ada sebabnya, seringkali karena aku ada masalah pribadi yg belum bisa aku bagikan bahkan ke temen deket sendiri juga susah.

    Emang kadang kak entah orang itu lagi sibuk banget atau ada masalah, kita kepengin tau tapi suka ada rasa kayaknya dia butuh sendiri dulu jadi ujung-ujungnya gak jadi nanyain kabar wkwkwk, gini deh gak enak nya jadi orang kebanyakan mikir, kita ada kesamaan kak.

    Nah bener itu ternyata temen kak Jane emang lagi overwork ya? Alhasil mungkin dia gak mau ngobrol atau belum bisa nyediain waktu banyak untuk bales obrolan dari temennya sendiri.

    Yah hubungan pertemanan setelah menikah aku belum begitu paham bagaimana ya rasanya wkwk tapi pertemanan itu emang campur aduk, segala macem drama ada disitu dan itu yang gak bisa dilupain 😁😆

    Thanks kak Jane udah mau berbagi cerita yang mengingatkanku kembali dengan teman-teman kuliah yang jarang ku sapa huahahaha.😇👍🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih bangettt atas kejujuran kamu, Nisss wkwkwk seneng akutu jadi banyak yang kasih perspektif, bahkan dari sisi yang nge-hide seperti kamu 😆

      Penyakitnya memang di overthinking itu ya 😔 karena terlalu mikirin perasaan sendiri jadi mengabaikan perasaan orang lain. Padahal kalau memang ingin tanya kabar, yaudah tinggal japri aja, ya nggak sih? Apalagi kalau memang masih ngerasa berteman baik, harusnya kita nggak berasumsi. Astagaa aku makin merasa bodoh suerr wkwkwk nginget betapa childish-nya aku di atas 🤣 *again, I've learned my lesson*

      Pertemanan memang rumit, Niss. Apalagi kita ciwik-ciwik biasa mengandalkan emosi ya daripada logika huahaha semoga kita semua yang di sini bisa langgeng terus dengan sohib-sohib kita yaa ☺️

      Delete
  15. Jane apa kabar?
    Yaampun udah lama banget aku nggak blogwalking, kek udah setahun aja. Iye kan? 2020 ke 2021, setahun :p

    Ngobrolin soal pertemanan, sampai di 24 tahun kehidupanku, aku tipikal teman yang baperan, suka cemburu kalau temanku ini main dan deket sama orang lain. Ngelebihin cemburuku sama pacar! XD

    Sampai akhirnya di usia 25, I learn that people will come and go. Aku numpahin uneg-uneg ini di blog btw, wkakaka..
    Sekarang lebih woles, lebih nerimo dan bisa mengontrol diriku dengan baik ketika berteman. Even in my relationship, prinsip ini tetap aku pakai. Karena aku tahu, entah bagaimana nanti, perpisahan tetap akan terjadi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haiii Pittt! ❤️ Senang sekali kita bisa saling bertukar sapa kembali di sini :D and yess it has been a year ya wkwkwk jokes-nya bapak-bapak banget tuh 😆

      Tosss dulu dong kita! 🤣 Aku dari jaman SMP-SMA juga begitu, Pitt. Posesip banget sama teman dan akhirnya aku malah nyebar toxic which I wasn't proud back then T_T akupun butuh waktu lamaaa buat belajar, cuma pas ini kebetulan dengan teman yang benar-benar dekatt jadinya baper banget 😂😂 but glad to know kamu juga udah bisa belajar menerimo, Pitt. Semoga kita langgeng-langgeng aja yaa dengan mereka dan tentunya dengan pasanganmu ☺️ thanks for sharing! ❤️

      Delete
  16. Yang bikin pertemanan ribet itu kadang adalah... media sosial! Gara2 media sosial, kita jadi tau teman begini begitu, akibatnya jadi timbul social pressure, perasaan ga enak dll. Udah gitu kayak urusan hide, block, etc, itu terjadi karena ada media sosial. Lalu kadang gara2 kesel, kita ended up "sharing" alias gossipin sama temen lain. Belum tentu menyelesaikan masalah, malah nambah masalah.

    ReplyDelete
  17. intinya sama kayak mba eno dan temen teman di atas, kalau aku di posisi si anonim tadi, aku coba pikir positif aja, mungkin dianya lagi sibuk dan memang ada hal hal tertentu yang nggak pengen aku tau.

    ReplyDelete